Jumat, 20 Februari 2015

MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH




Materi :

1. Diskusi/Konsultasi Dsn Sanggrahan, Prambanan, Klaten, 18 Februari 2015
2. Sarasehan & Diskusi LPKKI Temanggung, 19 Februari 2015

Dalam website BPN (www.bpn.go.id) disebutkan adanya perbedaan antara sengketa pertanahan dengan konflik pertanahan. Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat, sedangkan Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.
Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional, secara garis besar dikelompokkan menjadi :
1.    Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu.
2.    Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.
3.    Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang berasal dari warisan.
4.    Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih dari 1 orang.
5.    Sertipikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari 1.
6.    Sertipikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidangtanah tertentu yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah pengganti.
7.    Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu.
8.    Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berdasarkan penunjukan batas yang salah.
9.    Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya.
10.    Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu.
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.
Menurut Sarjita (dalam buku Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Tugu jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 8) sengketa pertanahan adalah perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan.
Rusmadi Murad (dalam buku Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, hal. 23) menyatakan sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam :
1.    Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.
2.    Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak.
3.    Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar.
4.    Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis)
Terjadinya sengketa tanah menimbulkan permasalahan baru dan menimbulkan kerugian bagi semua pihak yang masing-masing berpendapat mempunyai hak atas tanah, yaitu dengan mengeluarkan biaya, waktu dan pikiran dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Untuk itu saat ini diperlukan pencegahan agar tidak terjadi sengketa tentang tanah, yaitu dengan cara :
1.    Niat/itikad baik dalam peralihan hak atas tanah (jual beli, waris, hibah dll),
2.    Dilakukan secara prosedur dan ketentuan, memenuhi syarat formil maupun materiil,
3.    Dilakukan secara terbuka/transparan,
4.    Mengetahui hak dan kewajibannya,
5.    Ikhlas.

~ klub belajar hukum ~

Bahan Bacaan

UU 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UU 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
UU 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
PP 34 tahun 1997 tentang Laporan atau pemberitahuan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
PP 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
PP 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

MENCEGAH KREDIT MACET DAN MENGHINDARI RIBA

Materi dalam 
1. Sarasehan dan Diskusi LPKKI Temanggung, 19 Februari 2015
2. Diskusi/Penyuluhan/konsultasi Klub Belajar Hukum di Klaten, 20 Februari 2015

Apakah yang dimaksud dengan kredit macet ?
Kata kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.
Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu yang telah disepakati. (Astiko, Manajemen Perkreditan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996, hal 5)
Dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Kebaikan kredit antara lain :
1)    Meningkatkan produktivitas.
2)    Memperlancar konsumsi barang atau jasa.
3)    Memperlancar tukar-menukar atau perdagangan.
4)    Memperlancar arus peredaran uang dan barang.
Keburukan kredit antara lain:
1)    Produk yang dihasilkan akan mengalami kelebihan (over production), sehingga dapat menjatuhkan harga barang.
2)    Timbul spekulasi dalam perdagangan, sehingga membawa akibat yang tidak baik.
3)    Dapat menimbulkan inflasi (kenaikan harga barang), karena meningkatkan jumlah uang yang beredar.
4)    Kredit konsumtif dapat mendorong masyarakat untuk hidup melebihi kemampuannya.
5)    Kredit produktif memberi kesempatan kepada orangorang atau badan mendirikan badan usaha untuk mencoba-coba atau secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga mengakibatkan kegagalan atau jatuh pailit.
Sedangkan kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
Penyebab Kredit Macet
a.    Error Omission, timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b.    Error Commusion, timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu.
Untuk itu, terjadinya kredit macet harus dicegah, selain kerugian yang diderita oleh kreditur dan debitur juga negara dan masyarakat umum dengan cara memakai fasilitas kredit sesuai dengan tujuan dan manajemen keuangan dalam mengatur kredit.
Sedangkan apa yang dimaksud dengan riba ?
Disebut dalam (wikipedia), Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga lembaga pembiayaan termasuk ke dalam riba. Bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.
Bagaimana menghindari riba? caranya sederhana yaitu niat dalam melakukan perdagangan, dengan melakukan jual beli sederhana, membuat akad sederhana dan tidak membuat akad yang menyebabkan riba.
Apa hubungannya mencegah kredit macet dengan menghindari riba ?
Dua hal tersebut sebenarnya berbeda, namun seringkali dalam kasus-kasus yang sering dikonsultasikan, dimedia cetak, elektronik maupun seminar terdapat situasi kredit macet yang dihubungkan dengan perasaan berdosa karena terlibat dalam riba.
Sering saya kemukakan dalam suatu diskusi, merasa berdosanya pada waktu yang mana, pada saat mengajukan permohonan kredit, melakukan akad kredit, menerima uang kredit, saat membayar angsuran pertama, saat kredit macet atau saat aset di lelang ? dan kebanyakan tidak suka dengan pertanyaan tersebut.
Karena jika kita mempunyai pengetahuan mengenai riba tentunya tidak akan bersentuhan dengan kredit dan jika kita tetap bersentuhan dengan kredit dan menggunakan kredit sesuai dengan tujuan dan manajemen keuangan yang baik, niscaya tidak akan ada kredit macet.

~ klub belajar hukum ~

Rabu, 18 Februari 2015

MENCEGAH TERTIPU MELALUI TEKNOLOGI

materi :
1. Diskusi/Penyuluhan/Sosialisasi Klub Belajar Hukum di Klaten, 18 Januari 2015
2. Penyuluhan di Perum Puri Domas, Kalasan Sleman, 14 Februari 2015
3. Sarasehan & Diskusi di LPKKI Temanggung, 19 Februari 2015

Latar Belakang

Pemakaian teknologi seperti Handphone ataupun Komputer dengan jaringan internetnya mempunyai banyak manfaat, namun bagi beberapa orang, pemakaian teknologi justru digunakan sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dengan cara melakukan penipuan, memperdaya orang lain dengan keadaan palsu sehingga mendapatkan keuntungan yang dipergunakan untuk dirinya sendiri.
Kadangkala kita, saudara, teman, tetangga kita menerima sms, email, atau telpon tentang keadaan yang menggerakkan kita untuk menyerahkan sejumlah pulsa atau uang.
Sms yang seakan istri atau suami kita yang meminta sejumlah pulsa, sms yang menyatakan kita sebagai pemenang atas suatu undian. E-mail yang menyatakan butuh bantuan untuk menarik sejumlah uang yang berada di luar negeri. Telpon yang menyatakan anak atau saudara kita mengalami permasalahan hukum.
Selain itu ada belanja online dengan tawaran harga yang murah, sehingga kita mengirim sejumlah uang dan saat barang tidak sampai, di minta sejumlah uang untuk biaya mengeluarkan barang dari bea cukai atau pabean atau terlibat dari suatu kejahatan.
Setelah sadar menjadi suatu korban penipuan, melakukan pelacakan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit ataupun lapor ke polisi, yang akhirnya kehilangan jejak karena birokrasi yang berbelit dan nomor komunikasi sudah tidak aktif lagi.

Tindak Pidana Penipuan

Tercantum dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Bagaimana caranya mencegah tertipu.
Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menghindari tertipu melalui teknologi.

Mendapat berita melalui SMS

Meyakinkan diri apa isi SMS logis atau sesuai dengan keadaan yang kita ketahui.

“Ma (pa), pulsa papa (mama) habis, tolong kirim pulsa ke nomor ini .....”
Apakah pasangan kita biasa memanggil dengan sebutan demikian ?
Apakah pasangan kita biasa meminta pulsa dengan cara demikian ?
Apakah benar nomor pasangan kita banyak dan berbeda ?
“surat keputusan resmi PT.MKIOS anda terpilih sebagai pemenang ke-4 dengan pin pemenang (ijh76k79), untuk info cek pin anda di www.mkios-hadiah 2015.blogspot.com”
Apa hubungan kita dengan PT.Mkios?
Apakah kita pernah mengirimkan nomor kita?
Mengapa di sms melalui nomor hp orang lain, bukan nomor khusus ?
Mengapa websitenya memakai website gratisan “blogspot” ?
Mengapa harus meyakinkan kita untuk mengecek pin ?

Belanja Online

Di suatu toko online, dicantumkan harga barang lebih murah dari harga yang ada di toko sebelah rumah, setelah dihubungi, diterangkan harga promo atau dari black market, dengan stock barang yang terbatas, dianjurkan segera di kirim uang muka atau langsung dibayar penuh, untuk mendapatkan barang yang diinginkan, setelah dibayar di suruh untuk menunggu, dan setelah beberapa waktu menunggu, diminta lagi membayar, karena biaya pengiriman kurang atau terkendala di bea cukai/pabean atau karena barang black market sedang di tahan di kepolisian, sehingga diminta untuk membayar sejumlah uang untuk melepaskan barang atau melepaskan diri agar ridak terkait dengan perkara yang berkaitan dengan barang tersebut.
Apakah benar ada black market ? jawabannya tidak ada
Dengan harga yang begitu murah, apakah tidak mungkin disebelah rumahnya ada yang berminat ? karena kalo kita mempunyai barang dengan harga lebih murah, lebih baik menjualnya pada tetangga atau teman dekat, sehingga mendapatkan pembayaran yang lebih cepat.
Apakah semua toko online melakukan penipuan? Tidak semua, kita dapat cek keberadaannya dan biasanya toko online mempunyai SOP penjualan, dan penawaran resmi selayaknya toko konvensional. Yang membedakan toko online dan konvensional adalah belanja kita dipermudah, kita tidak perlu datang ke toko dan antri dalam membayar, harga mungkin sama dan setelah kita bayar, beberapa waktu barang sampai di rumah.
Apakah barang bisa tertahan di bea cukai atau pabean ? bisa, jika toko onlinenya di luar negeri, barangnya dikirim dari luar negeri, memang ada aturan tentang import, agar baca dulu tentang ketentuan ini, tapi kalo kita belinya di dalam negeri maka tidak perlu melalui bea cukai.
Apakah barang bisa di tahan di kepolisian ? bisa, jika barang tersebut terkait kejahatan, biasanya penipu menggunakan alasan barang black market, tapi jika disangkutkan ke aparat.
Apakah aparat bisa melakukan panggilan melalui telpon ? kalo memang barang itu dikaitkan dengan kejahatan, aparat yang berwenang tidak akan menelpon, biasanya kita di panggil secara resmi atau dilakukan penangkapan.
Maka jangan tergoda dengan membeli barang dengan  harga lebih murah.

Mendapatkan telepon bencana

Selamat siang malam ma/pa, saya sekarang lagi di kantor polisi, di tangkap terkait narkoba (atau sedang dalam perkara kecelakaan lalu lintas), tolong mama/papa segera mengirimkan uang agar saya segera dibebaskan dan tidak dipukuli ?
Apakah kita punya anak ? atau ada orang yang kita anggap sebagai anak?
Kapan kita bertemu atau berhubungan terakhir kali atau sedang ijin pergi kemana?
Apakah dijelaskan di kantor polisi mana ? Kalo memang ada di kantor polisi, anak kita dalam keadaan aman, maka tanyakan terlebih dahulu, berada di kantor polisi mana, alamatnya dan minta bicara dengan petugas yang berwenang. Berbicara dengan petugas, agar minta namanya, pangkat dan jabatan, kalo memang petugas, maka akan diberikan penjelasan yang lengkap.
Konsultasikan dengan aparat yang ada di lingkungan kita, tentang kejadian ini, karena tidak mungkin ada aparat yang meminta sejumlah uang untuk membebaskan tersangka kejahatan.

Secara umum, menghadapi berita melalui teknologi, pastikan diri kita tidak panik karena kuatir, gembira, ataupun sedih. Pastikan diri kita tenang, karena dengan ketenangan akan dapat mengatasi masalah apapun

~ klub belajar hukum ~

Jumat, 13 Februari 2015

MENCEGAH KERUGIAN SEBAGAI KONSUMEN

Meteri :
1. Penyuluhan di Ikatan Ibu-ibu Bulaksumur Yogyakarta, 15 Februari 2015
2. Sarasehan & Diskusi LPKKI Temanggung, 19 Februari 2015

Latar Belakang

Setiap tanggal 20 April, dirayakan sebagai hari Konsumen Nasional, tetapi hari tersebut bukan hari libur, hal ini dinyatakan secara resmi oleh Pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 13 tahun 2012.
Tentang hari konsumen nasional ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya, namun yang lebih utama adalah juga masih banyak yang belum tahu bahwa setiap masyarakat yang menjadi konsumen mempunyai hak untuk dilindungi oleh Negara yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Membeli suatu barang, memakai suatu jasa adalah konsumen, namun seringkali dikecewakan setelah membeli barang atau memakai jasa, menimbulkan perasaan kesal marah namun tidak dapat berbuat apa, ada pula yang pengajuan tuntutan (sengketa) namun hasilnya tidak sebanding dengan nilai barang atau jasa dengan biaya yang dikeluarkan dalam memenangkan sengketa.
Pengajuan tuntutan/komplain dapat langsung dilakukan melalui layanan konsumen yang tertera pada setiap produk yang dipakai, dapat juga mengajukan tuntutan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang ada kota atau kabupaten, namun badan tersebut tidak terdapat di semua kota/kabupaten, pengaduan dapat diajukan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang ada di bawah Kementerian Perdagangan dan hanya ada satu di Indonesia, serta pengaduan dapat diajukan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Untuk pengajuan tuntutan (sengketa) ataupun pengaduan, menimbulkan permasalahan lain, yaitu adanya biaya yang dikeluarkan yang kadangkala lebih besar daripada kerugian yang diderita, sehingga diperlukan upaya pencegahan agar dalam memakai barang dan jasa tidak menimbulkan kerugian berlipat.

Pengertian Konsumen

Konsumen berasal dari bahasa Inggris-Amerika yaitu consumers atau dalam  bahasa Belanda disebut consument atau konsumen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumen diartikan sebagai pemakai barang-barang hasil  industri (bahan pakaian, makanan dan sebagainya). Didefinisikan juga sebagai penerima pesan iklan.
Dalam Tata Krama dan Tata cara Periklanan Indonesia, konsumen didefinisikan sebagai pengguna produk atau penerima pesan iklan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Cara mencegah kerugian sebagai konsumen dalam memakai barang dan jasa.
Telah dijelaskan dalam latar belakang, dengan adanya sengketa selain adanya kerugian saat memakai barang dan jasa juga muncul kerugian saat mengajukan tuntutan (sengketa) berkaitan dengan pemakaian barang dan jasa yaitu waktu, pikiran dan biaya yang kemungkinan tidak sedikit, namun hasil yang dicapai kadangkala tidak sesuai dengan harapan, untuk itu daripada mengajukan tuntutan akibat kerugian setelah memakai barang dan jasa, lebih baik mencegah kerugian saat memakai barang dan jasa.
Mencegah berarti menahan agar sesuatu tidak terjadi, merintangi atau melarang atau mengikhtiarkan supaya jangan terjadi.
Bagaimana caranya untuk mencegah kerugian saat menjadi konsumen?
Kementerian Perdagangan mengajak menjadi konsumen cerdas dengan cara teliti sebelum membeli, perhatikan label dan masa kadaluarsa, pastikan produk bertanda jaminan mutu SNI, beli sesuai kebutuhan bukan keinginan.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (www.bpkn.go.id) telah menerbitkan beberapa tips sebagai konsumen yaitu : tips pemilihan produk elektronik, tips kredit KPR, tips produk pangan berkualitas, informasi kepuasan pelanggan tentang kredit kendaraan bermotor, tips penggunaan kartu kredit, informasi seputar pelayanan rumah sakit, tips memilih asuransi kesehatan dan tips penggunaan tabung gas.
Secara umum, agar berhati-hati saat memakai barang atau jasa, pelajari spesifikasi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi dan harga, cari datanya dan tanyakan sejelasnya pada yang berpengalaman.
Tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa dirinya adalah konsumen, setiap orang, pegawai negeri, karyawan swasta, pedagang, pejabat pemerintahan bahkan pemilik dari sebuah perusahaan yang memproduksi barang dan menyediakan jasa juga konsumen, karena setiap orang pasti memakai barang dan jasa.
Mencegah kerugian saat memakai barang dan jasa adalah lebih utama daripada mengajukan komplain, tuntutan ataupun sengketa di bidang konsumen, memang pengajuan meskipun telah ada lembaga dan prosedur penyelesaian sengketa konsumen pada pelaku usaha.

~ klub belajar hukum ~

Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan Konsumen
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
4. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Perlindungan Konsumen.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 tahun 2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 th 2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220 th 2012 tentang Perubahan Atas Permenkeu 43 Th 2012 Ttg Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan.
10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302-MPP-Kep-10-2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
11. Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 tahun 2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
12. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
13. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
14. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795/DJPDN/SE/12/ 2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Senin, 09 Februari 2015

fiksi hukum, menyerbarkan ilmu



FIKSI HUKUM

Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure)

setiap orang –miskin atau kaya, orang hukum atau bukan, dianggap tahu hukum. yang lazim disebut fiksi hukum (rechtfictie).

Dalam sebuah fiksi hukum, siapapun tanpa kecuali dianggap tahu hukum. Menjadi kesalahan besar jika seseorang tidak tahu hukum (ignorante legs est lata culpa). Dalam bahasa sederhana, seseorang tidak bisa ngeles bahwa ia tidak tahu hukum jika suatu saat harus mempertanggungjawabkan sesuatu di depan hukum.

Sebuah cerita :

Zeus yang memimpin dewa-dewi Olympus setelah memenangkan peperangan melawan para raksasa Titan dan Kronos, segara mengambil tindakan. Keteraturan harus kembali dipulihkan. Hanya dengan keteraturan saja kehidupan akan berjalan menuju kedamaian dan harmoni.

Untuk membantu memulihkan kembali ketertiban dan menegakan hukum, Zeus mengutus dua orang dewi: Yustisia dan Themis. Yustisia bertugas sebagai dewi keadilan dan penghukum bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran atas sabda Zeus serta berbuat zalim pada sesama, tak peduli ia manusia bahkan dewa sekalipun. Karena itulah Zeus menutup mata Yustisia, sehingga ia tak akan ragu mengayunkan pedang yang ada di tangannya sebagai hukuman bagi para para pendosa tanpa pandang bulu. Themis memiliki tugas yang berbeda. Ia bertugas mencatat semua sabda dan perintah Zeus kemudian menyebarkannya kepada manusia dan para dewa, sehingga mereka tahu apa kehendak Zeus yang tidak lain merupakan hukum yang harus ditaati tanpa pengecualian.

Yustisia dan Themis bekerja dalam sinergi. Tak akan ada penghukuman bila tidak ada hukum yang mengaturnya. Tak akan ada penghukuman bila semua orang tidak mengetahui hukum dan peraturan yang harus ditaati. Pedang Yustisia tidak akan terayun bila pena Themis tidak mencatat sabda Zeus dan mengabarkannya pada manusia serta para dewa.

Cerita yang lain :

Kebiasaan Raja Hamurabi dari Babylonia (2000 SM) yang mendirikan tugu peringatan di tempat-tempat publik setiap kali dia mengeluarkan hukum dan peraturan yang baru bagi rakyatnya. Dalam tugu peringatan yang kemudian dikenal dengan Kode Hamurabi itu tertera perintah-perintah raja Hamurabi yang dipahatkan di permukaan tugu tersebut, sehingga semua orang dapat membacanya, mengetahuinya, untuk kemudian mematuhinya.

Saat ini

Sebelum lahir (masih dalam kandungan) sampai dengan mati, kehidupan seseorang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan.

Putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan putusan MK No. 001/PUU-V/2007 memuat prinsip yang sama: “ketidaktahuan seseorang akan undang-undang tidak dapat dijadikan alasan pemaaf”.

Putusan MA No. 77 K/Kr/1961 menegaskan “tiap-tiap orang dianggap mengetahui undang-undang setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran negara”.

Faktanya

1)        Tidak setiap peraturan perundang-undangan dipublikasikan secara lengkap oleh pemerintah ataupun lembaga negara.
2)        tidak setiap warga negara tahu dan mengerti tentang Undang-undang yang telah disahkan dan diberlakukan;
3)        setiap warga negara memiliki keterbatasan untuk mengetahui setiap aturan baru yang telah diberlakukan karena adanya keterbatasan secara Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

Solusi

“.....dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran....”

“sampaikan dariku sekalipun satu ayat....”

Senin, 03 Februari 2014

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang penafsiran kata ‘segera’ dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP

Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 03/PUU-XI/2013 mengabulkan sebagian uji materi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dengan pertimbangan frasa ‘segera’ dalam Pasal 18 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari’, sehingga bunyi Pasal Pasal 18 ayat (3) adalah “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan, haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari.

Kegiatan Bidkum

Subbid Sunluhkum :

  1. Harmonisasi Peraturan Kepolisian.
  2. Harmonisasi MoU.
  3. Penyuluhan & Sosialisasi Perkap 8 tahun 2013 ttg Teknik Penanganan Konflik Sosial dan Perkap 10 tahun 2013 ttg Tata cara Penyidikan Tindak Pidana Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD

Subbid Bankum

  1. Praperadilan (Udin), putusan : permohonan nebis in idem
  2. Praperadilan (Penipuan BG). putusan : Permohonan Gugur
  3. Pendampingan anggota (TP dokumen negara), Putusan : 2 bulan percobaan 4 bulan
  4. Narasumber di polres Gunungkidul ttg tata cara melakukan pembelaan terhadap terperiksa sebagai pendamping (pejabat yang ditunjuk atau atasan langsung) 

Rabu, 22 Januari 2014

Pembelaan Dalam Sidang Disiplin

PEMBELAAN DALAM SIDANG DISIPLIN[1]
Oleh : Agus Christianto SH., MH.[2]

Pendahuluan

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa suatu organisasi selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme, budaya organisasi maupun kebersamaan, kehormatan dan kredibilitas organisasi tersebut serta untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan tanggung jawab institusi tersebut. Organisasi yang baik bukanlah segerombolan orang yang berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi harus punya aturan tata tertib perilaku bekerja, bertindak, maupun bergaul antar anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan bergaul dengan masyarakat lingkungan organisasi tersebut. Namun juga ikatan aturan tersebut janganlah memasung inovasi dan kreatifitas anggota Polri yang lalu membuat organisasi tersebut statis tidak berkembang. Organisasi yang baik dan kuat adalah organisasi yang punya aturan tata tertib intern yang baik dan kuat pula. Aturan tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik, maupun kode jabatan. Peraturan ini adalah tentang disiplin, namun disadari bahwa sulit memisahkan secara tegas antara berbagai aturan intern tesebut, selalu ada warna abu-abu, selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan selalu ada tumpang tindih antara berbagai aturan, namun harus diminimalkan hal-hal yang tumpang tindih tersebut. Disiplin adalah kehormatan, kehormatan sangat erat kaitannya dengan kredibilitas dan komitmen, disiplin anggota Polri adalah kehormatan sebagai anggota Polri yang menunjukkan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri, karenanya pembuatan peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini kredibilitas dan komitmen anggota Polri adalah sebagai pejabat negara yang diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, penegak hukum dan pemelihara keamanan.
Komitmen berbeda dengan loyalitas, loyalitas cendrung mengarah ke loyalitas mutlak dan berujung pada kecendrungan penguasa/pimpinan untuk menyalahgunakan loyalitas tersebut (abuse of power). Oleh karena itu pelaksanaan disiplin itu harus didasarkan pada persetujuan/kesadaran daripada rasa takut, dan didasarkan kepada komitmen daripada loyalitas. Dewasa ini tidak ada batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan di pekerjaan, apalagi tuntutan masyarakat akan peranan Polri pada semua kegiatan masyarakat, sangat besar dan tidak mengenal waktu. Kegiatan Polisi, khususnya karena hal itu merupakan identitas dua puluh empat jam terus menerus. Seorang anggota Polri yang sedang tidak bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi yang selalu siap memberikan perlindungan kepada masyarakat. Karena itu peraturan ini juga mengatur tata kehidupan anggota Polri selaku pribadi dalam kehidupan bermasyarakat. Perubahan situasi ketatanegaraan yang menyebabkan peraturan disiplin yang dipergunakan selama ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, maka dirasa perlu untuk menyusun Peraturan Disiplin bagi Anggota Polri dengan tetap menekankan akan pentingnya pemajuan dan penghormatan akan hak asasi manusia. Untuk membina anggota Polri dalam suasana kerja yang penuh dengan konflik, ketegangan dan ketidakpastian, serta membina pula karakter dan kultur baru sesuai tuntutan reformasi, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Dalam Peraturan pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila Anggota Polri yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.
Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap Ankum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan. Karena itu dalam setiap penjatuhan tindakan atau hukuman disiplin, hendaknya para Ankum harus pula mempertimbangkan suasana lingkungan dan suasana emosional anggota Polri yang melanggar disiplin, dan mempertimbangkan pula penggunaan kewenangan yang berlebihan dan tidak proporsional, yang punya dampak merusak kredibilitas Polri pada umumnya. Meskipun telah disusun peraturan disiplin anggota Polri ini dengan sebaik mungkin, namun keberhasilan penerapannya akan ditentukan oleh komitmen seluruh anggota Polri, terhadap pembentukan disiplinnya dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai amanat dan harapan warga masyarakat.

Sidang Disiplin

Kata “sidang” dalam kamus besar bahasa indonesia berarti pertemuan untuk membicarakan sesuatu atau rapat sedangkan disiplin berarti tata tertib atau ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib). Dalam Peraturan pemerintah Nomor 2 tahun 2003, Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Polri[3]. Dan sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia[4]. Tidak ditemukan pengertian dari pelanggaran disiplin, namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003, terdapat pengertian pelanggaran peraturan disiplin, yaitu ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin, sedangkan yang dimaksud Peraturan Disiplin anggota Polri adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Polri. Dan anggota Polri adalah anggota Polri sebagai pegawai negeri pada Polri[5]. Pelaksanaan sidang disiplin dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 dan Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.

Terperiksa.

Di dalam ketentuan tentang disiplin, pengertian tentang terperiksa terdapat dalam Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004, yang berbunyi anggota Polri yang diperiksa dihadapan sidang disiplin, karena di duga melakukan pelanggaran disiplin. Jika dilihat dari susunan kata, kata “terperiksa” berasal dari kata “periksa” yang artinya teliti, yang mendapat awalan ter sehingga kata “terperiksa” berarti yang diteliti atau yang diperiksa[6]. Proses Pemeriksaan Terperiksa dilaksanakan melalui pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di depan sidang disiplin[7].

Pendamping Terperiksa.

Pengertian Pendamping Terperiksa adalah atasan langsung atau pejabat yang ditunjuk oleh ankum untuk mendampingi terperiksa dalam sidang disiplin[8], yang mempunyai tugas[9] :
a.         memberikan nasehat kepada terperiksa baik diminta atau tidak,
b.        mengajukan saran dan pertimbangan kepada pimpinan sidang baik diminta atau tidak,
dan berwenang[10] :
a.         mengajukan pertanyaan kepada saksi, saksi ahli dan terperiksa,
b.        membantu menjelaskan secara lisan apa yang dimaksud oleh terperiksa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh pimpinan sidang maupun penuntut,
c.         membantu menjelaskan secara lisan dan/atau tertulis apa yang menjadi latar belakang terperiksa melakukan pelanggaran.
Pendampingan oleh atasan langsung atau pejabat yang berlatar belakang hukum[11] terhadap terperiksa dalam sidang disiplin merupakan salah satu bantuan hukum yang diberikan sebagaimana Pasal 14 Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Nasehat Hukum di Lingkungan Polri, dengan cara :
a.         mendampingi terperiksa;
b.        membantu menjelaskan secara lisan apa yang dimaksud oleh Terperiksa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Pimpinan sidang maupun Penuntut;
c.         membantu menjelaskan secara lisan dan/atau tertulis apa yang menjadi latar belakang Terperiksa melakukan pelanggaran;
d.        membantu menjelaskan tentang hak-hak Terperiksa;
e.         membuat jawaban atau tanggapan;
f.          membantu membuatkan permohonan keberatan terhadap putusan Pimpinan Sidang/Ketua Komisi kepada atasan Ankum/Pejabat pembentuk Komisi Kode Etik Profesi.

Tanggapan Pendamping.

Tanggapan adalah pembelaan atas tuntutan yang disampaikan oleh penuntut dalam sidang disiplin. Kesempatan untuk memberikan tanggapan atas tuntutan dari penuntut diberikan oleh pimpinan sidang kepada terperiksa ataupun pendamping terperiksa[12]. Tanggapan oleh pendamping terperiksa berupa uraian mengenai berbagai macam ketentuan atau dalil hukum yang dapat dipergunakan untuk membebasan, melepaskan ataupun meminta keringanan hukuman disiplin terhadap terperiksa dari sidang disiplin. Setelah dijatuhkan putusan, terperiksa mempunyai hak untuk menerima atau keberatan atas putusan tersebut. Keberatan atas putusan disiplin diajukan secara tertulis melalui Ankum sesuai ketentuan yang berlaku[13].

Kesimpulan.

Pembelaan dalam sidang disiplin dapat dilakukan oleh terperiksa sendiri dan/atau pendamping terperiksa yang merupakan atasan langsung ataupun pejabat yang ditunjuk oleh ankum yang diharapkan mempunyai keahlian dalam bidang hukum sehingga dapat memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku sampai dengan kekuatan hukum yang mengikat.



[1] Makalah disampaikan dalam sosialisasi di Polres Gunungkidul, 23 Januari 2014.
[2] Kasubbid Bankum Bidkum Polda DIY
[3] Lihat Pasal 1 butir 2.
[4] Lihat Pasal 1 butir 8 Peraturan Pemerintah 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
[5] Lihat Pasal 1 butir 2 dan Pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Polri.
[6] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[7] Lihat Pasal 25 huruf b dan c Peraturan Pemerintah 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
[8] Lihat Pasal 1 butir 16 Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[9] Lihat Pasal 12 ayat (1) Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[10] Lihat Pasal 12 ayat (2) Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[11] Lihat Pasal 1 butir 6 Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Nasehat Hukum di Lingkungan Polri
[12] Lihat Pasal 18 ayat (1) huruf q Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 September 2004.
[13] Lihat Pasal 30 PP 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.