Rabu, 22 Januari 2014

Pembelaan Dalam Sidang Disiplin

PEMBELAAN DALAM SIDANG DISIPLIN[1]
Oleh : Agus Christianto SH., MH.[2]

Pendahuluan

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa suatu organisasi selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme, budaya organisasi maupun kebersamaan, kehormatan dan kredibilitas organisasi tersebut serta untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan tanggung jawab institusi tersebut. Organisasi yang baik bukanlah segerombolan orang yang berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi harus punya aturan tata tertib perilaku bekerja, bertindak, maupun bergaul antar anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan bergaul dengan masyarakat lingkungan organisasi tersebut. Namun juga ikatan aturan tersebut janganlah memasung inovasi dan kreatifitas anggota Polri yang lalu membuat organisasi tersebut statis tidak berkembang. Organisasi yang baik dan kuat adalah organisasi yang punya aturan tata tertib intern yang baik dan kuat pula. Aturan tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik, maupun kode jabatan. Peraturan ini adalah tentang disiplin, namun disadari bahwa sulit memisahkan secara tegas antara berbagai aturan intern tesebut, selalu ada warna abu-abu, selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan selalu ada tumpang tindih antara berbagai aturan, namun harus diminimalkan hal-hal yang tumpang tindih tersebut. Disiplin adalah kehormatan, kehormatan sangat erat kaitannya dengan kredibilitas dan komitmen, disiplin anggota Polri adalah kehormatan sebagai anggota Polri yang menunjukkan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri, karenanya pembuatan peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini kredibilitas dan komitmen anggota Polri adalah sebagai pejabat negara yang diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, penegak hukum dan pemelihara keamanan.
Komitmen berbeda dengan loyalitas, loyalitas cendrung mengarah ke loyalitas mutlak dan berujung pada kecendrungan penguasa/pimpinan untuk menyalahgunakan loyalitas tersebut (abuse of power). Oleh karena itu pelaksanaan disiplin itu harus didasarkan pada persetujuan/kesadaran daripada rasa takut, dan didasarkan kepada komitmen daripada loyalitas. Dewasa ini tidak ada batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan di pekerjaan, apalagi tuntutan masyarakat akan peranan Polri pada semua kegiatan masyarakat, sangat besar dan tidak mengenal waktu. Kegiatan Polisi, khususnya karena hal itu merupakan identitas dua puluh empat jam terus menerus. Seorang anggota Polri yang sedang tidak bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi yang selalu siap memberikan perlindungan kepada masyarakat. Karena itu peraturan ini juga mengatur tata kehidupan anggota Polri selaku pribadi dalam kehidupan bermasyarakat. Perubahan situasi ketatanegaraan yang menyebabkan peraturan disiplin yang dipergunakan selama ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, maka dirasa perlu untuk menyusun Peraturan Disiplin bagi Anggota Polri dengan tetap menekankan akan pentingnya pemajuan dan penghormatan akan hak asasi manusia. Untuk membina anggota Polri dalam suasana kerja yang penuh dengan konflik, ketegangan dan ketidakpastian, serta membina pula karakter dan kultur baru sesuai tuntutan reformasi, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Dalam Peraturan pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan keberatan apabila Anggota Polri yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.
Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap Ankum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan. Karena itu dalam setiap penjatuhan tindakan atau hukuman disiplin, hendaknya para Ankum harus pula mempertimbangkan suasana lingkungan dan suasana emosional anggota Polri yang melanggar disiplin, dan mempertimbangkan pula penggunaan kewenangan yang berlebihan dan tidak proporsional, yang punya dampak merusak kredibilitas Polri pada umumnya. Meskipun telah disusun peraturan disiplin anggota Polri ini dengan sebaik mungkin, namun keberhasilan penerapannya akan ditentukan oleh komitmen seluruh anggota Polri, terhadap pembentukan disiplinnya dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai amanat dan harapan warga masyarakat.

Sidang Disiplin

Kata “sidang” dalam kamus besar bahasa indonesia berarti pertemuan untuk membicarakan sesuatu atau rapat sedangkan disiplin berarti tata tertib atau ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib). Dalam Peraturan pemerintah Nomor 2 tahun 2003, Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Polri[3]. Dan sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia[4]. Tidak ditemukan pengertian dari pelanggaran disiplin, namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003, terdapat pengertian pelanggaran peraturan disiplin, yaitu ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin, sedangkan yang dimaksud Peraturan Disiplin anggota Polri adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Polri. Dan anggota Polri adalah anggota Polri sebagai pegawai negeri pada Polri[5]. Pelaksanaan sidang disiplin dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 dan Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.

Terperiksa.

Di dalam ketentuan tentang disiplin, pengertian tentang terperiksa terdapat dalam Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004, yang berbunyi anggota Polri yang diperiksa dihadapan sidang disiplin, karena di duga melakukan pelanggaran disiplin. Jika dilihat dari susunan kata, kata “terperiksa” berasal dari kata “periksa” yang artinya teliti, yang mendapat awalan ter sehingga kata “terperiksa” berarti yang diteliti atau yang diperiksa[6]. Proses Pemeriksaan Terperiksa dilaksanakan melalui pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di depan sidang disiplin[7].

Pendamping Terperiksa.

Pengertian Pendamping Terperiksa adalah atasan langsung atau pejabat yang ditunjuk oleh ankum untuk mendampingi terperiksa dalam sidang disiplin[8], yang mempunyai tugas[9] :
a.         memberikan nasehat kepada terperiksa baik diminta atau tidak,
b.        mengajukan saran dan pertimbangan kepada pimpinan sidang baik diminta atau tidak,
dan berwenang[10] :
a.         mengajukan pertanyaan kepada saksi, saksi ahli dan terperiksa,
b.        membantu menjelaskan secara lisan apa yang dimaksud oleh terperiksa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh pimpinan sidang maupun penuntut,
c.         membantu menjelaskan secara lisan dan/atau tertulis apa yang menjadi latar belakang terperiksa melakukan pelanggaran.
Pendampingan oleh atasan langsung atau pejabat yang berlatar belakang hukum[11] terhadap terperiksa dalam sidang disiplin merupakan salah satu bantuan hukum yang diberikan sebagaimana Pasal 14 Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Nasehat Hukum di Lingkungan Polri, dengan cara :
a.         mendampingi terperiksa;
b.        membantu menjelaskan secara lisan apa yang dimaksud oleh Terperiksa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Pimpinan sidang maupun Penuntut;
c.         membantu menjelaskan secara lisan dan/atau tertulis apa yang menjadi latar belakang Terperiksa melakukan pelanggaran;
d.        membantu menjelaskan tentang hak-hak Terperiksa;
e.         membuat jawaban atau tanggapan;
f.          membantu membuatkan permohonan keberatan terhadap putusan Pimpinan Sidang/Ketua Komisi kepada atasan Ankum/Pejabat pembentuk Komisi Kode Etik Profesi.

Tanggapan Pendamping.

Tanggapan adalah pembelaan atas tuntutan yang disampaikan oleh penuntut dalam sidang disiplin. Kesempatan untuk memberikan tanggapan atas tuntutan dari penuntut diberikan oleh pimpinan sidang kepada terperiksa ataupun pendamping terperiksa[12]. Tanggapan oleh pendamping terperiksa berupa uraian mengenai berbagai macam ketentuan atau dalil hukum yang dapat dipergunakan untuk membebasan, melepaskan ataupun meminta keringanan hukuman disiplin terhadap terperiksa dari sidang disiplin. Setelah dijatuhkan putusan, terperiksa mempunyai hak untuk menerima atau keberatan atas putusan tersebut. Keberatan atas putusan disiplin diajukan secara tertulis melalui Ankum sesuai ketentuan yang berlaku[13].

Kesimpulan.

Pembelaan dalam sidang disiplin dapat dilakukan oleh terperiksa sendiri dan/atau pendamping terperiksa yang merupakan atasan langsung ataupun pejabat yang ditunjuk oleh ankum yang diharapkan mempunyai keahlian dalam bidang hukum sehingga dapat memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku sampai dengan kekuatan hukum yang mengikat.



[1] Makalah disampaikan dalam sosialisasi di Polres Gunungkidul, 23 Januari 2014.
[2] Kasubbid Bankum Bidkum Polda DIY
[3] Lihat Pasal 1 butir 2.
[4] Lihat Pasal 1 butir 8 Peraturan Pemerintah 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
[5] Lihat Pasal 1 butir 2 dan Pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Polri.
[6] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[7] Lihat Pasal 25 huruf b dan c Peraturan Pemerintah 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
[8] Lihat Pasal 1 butir 16 Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[9] Lihat Pasal 12 ayat (1) Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[10] Lihat Pasal 12 ayat (2) Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[11] Lihat Pasal 1 butir 6 Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan Nasehat Hukum di Lingkungan Polri
[12] Lihat Pasal 18 ayat (1) huruf q Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 September 2004.
[13] Lihat Pasal 30 PP 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.