Selasa, 31 Juli 2012

Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijk Plaatsopneming)


Pengertian


Pemeriksaan setempat tidak masuk alat bukti, namun pemeriksaan setempat menjadi penting untuk membuktikan kejelasan dan kepastian tentang lokasi (TKP). Pemeriksaan setempat diatur dalam Pasal 153 HIR. Secara konsepsional, pemeriksaan setempat adalah proses pemeriksaan persidangan yang semestinya dilakukan di ruang sidang gedung pengadilan, dipindahkan atau dilakukan di tempat lain, yaitu TKP.
Hasil pemeriksaan setempat nanti berguna sebagai dasar pertimbangan oleh hakim, sehingga putusan tidak kabur (obscuur libel).


Syarat-syarat pemeriksaan setempat adalah sebagai berikut (Vide Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBG dan Pasal 211 Rv):
a. dihadiri para pihak;
b. datang ke TKP;
c. panitera membuat berita acara;
d. hakim membuat akta pendapat yang berisi penilaian atas hasil pemeriksaan yang dilakukan. 
 

Jumat, 27 Juli 2012

Peraturan Kapolri

1. Perkap 13 Tahun 2012 ttg Tata Cara Pemberian Cuti Dan Izin Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Perkap 14 Tahun 2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 
3. Perkap 15 Tahun 2012 ttg Tata Cara Pengambilan Sumpah Atau Janji Perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia Lulusan Akademi Kepolisian.
4. Perkap 16 Tahun 2012 ttg Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selasa, 24 Juli 2012

Pendapat dan Saran Hukum


FORMAT PEMBUATAN PENDAPAT DAN SARAN HUKUM (PSH)


Dasar : ST Kapolri Nomor : ST / 2663 / X / 2010, tanggal 11 Oktober 2010


1. Rujukan.
Adanya permohonan peninjauan kembali, Permohonan perlindungan hukum, Pengaduan, Permohonan untuk dilaksanakan sidang disiplin atau KKEP, Produk intelejen yang dapat dikembangkan sehingga bermanfaat dalam melindungi anggota dan institusi Polri, Hal lain demi kepentingan hukum bagi anggota dan institusi Polri


2. Posisi Kasus.
Jelaskan dengan singkat, padat dan lengkap mengenai masalah yang akan dianalisis


3. Fakta-fakta.
Mengemukakan keterangan-keterangan, perbuatan-perbuatan, alat bukti dan hal lain yang dapat dipertimbangkan (yang meringankan dan memberatkan).


4. Pasal Persangkaan
Terdiri dari pasal yang diterapkan, baik yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan Polri maupun yang berlaku secara umum.


5. Analisis Fakta dan Yuridis.
Pembasanan antara pasal sangkaan dan mengemukakan fakta yang sesuai, sehingga dapat terpenuhi unsur pasal sangkaan.


6. Pendapat dan saran hukum.


a. Pendapat.
Merupakan kesimpulan akhir dari hasil analisis fakta dan yuridis dengan pertimbangan fakta hal lain yang dapat dipertimbangkan.


b. Saran.
Merupakan langkah tindakan atau hal yang dapat dilaksanakan dengan rujukan/dasar pembuatan PSH.


7. Penutup.




RANCANGAN PSH


Dasar : Peraturan Kepala Divisi Hukum Polri Nomor 5 tahun 2011 tentang Prosedur Pembuatan Pendapat dan Saran Hukum


1. Rujukan
Sumber atau permintaan Kasatker, Kasatwil, Anggota Polri dan PNS Polri beserta keluarganya, Purnawirawan, Warakawuri dan Masyarakat.


2. Posisi Kasus atau permasalahan.
Penjelasan singkat, pada dan jelas mengenai masalah yang akan dianalisis.


3. Fakta-fakta.
Berisi keterangan saksi dan/atau terperiksa yang bersumber dari Berita Acara Pemeriksaan serta alat bukti yang ada dalam berkas perkara.


4. Persangkaan.
Terdiri dari pasal yang diterapkan baik yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan Polri maupun yang berlaku secara umum atau hal yang dipermasalahkan.


5. Analisa Fakta dan Yuridis
Merupakan kegiatan meneliti, mempelajari dan menganalisa fakta-fakta yang diketemukan dalam berkas perkara dan alat bukti yang tersedia dikaitkan dengan pasal yang dipersangkakan untuk menentukan terpenuhinya syarat hukum secara materiil dan formil.


6. PSH atau Kesimpulan
Merupakan kesimpulan akhir dari hasil analisis fakta dan yuridis serta menyarankan langkah tindakan atau hal yang dapat dilaksanakan untuk menjawab rujukan.

Kamis, 19 Juli 2012

Seragam Kepolisian


KEPUTUSAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


No. Pol. : Skep /  702   /  IX   / 2005 


tentang 


 SEBUTAN, PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS
SERAGAM POLRI DAN PNS POLRI


KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
1. Bahwa dalam upaya menertibkan dan menyempurnakan penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri, perlu dilakukan kodifikasi terhadap seluruh ketentuan yang mengatur penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri.
2. Bahwa untuk maksud tersebut, dipandang perlu menetapkan Surat Keputusan.

Mengingat:
1. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Keputusan Kapolri No.Pol. : Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi Tata Kerja Satuan – satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan –satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah ( POLDA ).
5. Keputusan Kapolri No.Pol. : Skep/860/X/2002 tanggal 28 Oktober 2002 tentang Sebutan dan Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Pegawai Negeri Sipil Polri Berikut Atribut dan Kelengkapannya.
6. Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : Skep/994/XII/2002 tanggal 12 Desember 2002 tentang Ketentuan Penggunaan Pakaian Seragam Dinas bagi Polisi Berseragam, Polisi Tidak Berseragam dan Unsur-unsur Staf Pendukung Serta Kasatwil.
7. Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : Skep/432/VII/2003 tanggal 11 Juli 2003 tentang Pakaian Dinas Seragam Polwan Polda NAD dan Perubahan Tulisan Tanda Induk Kesatuan Polda Aceh Menjadi Polda NAD.

Memperhatikan:    Pertimbangan dan Saran Staf Mabes Polri.


M  E  M  U  T  U  S  K  A  N


Menetapkan:


1. Mengesahkan sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Surat Keputusan ini.

2. Sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Pakaian Dinas Seragam Polri.

     1) Pakaian Dinas Seragam Polri Bersifat Umum  :
          a) Pakaian Dinas Upacara (PDU).
          b) Pakaian Dinas Harian (PDH).
          c) Pakaian Dinas Lapangan (PDL).
          d) Pakaian Dinas Parade (PDP).
          e) Pakaian Dinas Sipil Harian (PDSH)

     2) Pakaian Dinas Seragam Polri Bersifat Khusus  :
          a) Pakaian Dinas Samapta
          b) Pakaian Dinas Lalu lintas
          c) Pakaian Dinas Pariwisata
          d) Pakaian Dinas Reserse
          e) Pakaian Dinas Intelkam
          f) Pakaian Dinas Brimob
          g) Pakaian Dinas Pol Air
          h) Pakaian Dinas Pol Udara
          i) Pakaian Dinas Satwa
          j) Pakaian Dinas Satpamkol
          k) Pakaian Dinas Satuan Musik
          l) Pakaian Dinas Provos
          m) Pakaian Dinas Dokkes
          n) Pakaian Dinas Gadik
          o) Pakaian Dinas Pramugari
          p) Pakaian Dinas Forensik
          q) Pakaian Dinas Peliputan

  2. Pakaian Dinas PNS Polri.

     1) Pakaian Dinas PNS Polri Bersifat Umum
          a) Pakaian Dinas Upacara  (PDU)
          b) Pakaian Dinas Harian (PDH)
          c) Pakaian Dinas Sipil Harian  (PDSH)

     2) Pakaian Dinas PNS Polri Bersifat Khusus
          a) Pakaian Dinas PNS Dokkes.
          b) Pakaian Dinas PNS Peliputan

3. Penjelasan sebutan, penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri,  selengkapnya tercantum dalam Lampiran Surat Keputusan ini.

4. Hal – hal yang belum diatur dalam Surat Keputusan ini akan ditetapkan dalam ketentuan tersendiri.

5. Dengan ditetapkannya Surat Keputusan ini, ketentuan-ketentuan yang bertentangan dan tidak sesuai dengan Surat Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

6. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 SEPTEMBER 2005

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Drs.  SUTANTO
JENDERAL POLISI