Jumat, 20 Februari 2015

MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH




Materi :

1. Diskusi/Konsultasi Dsn Sanggrahan, Prambanan, Klaten, 18 Februari 2015
2. Sarasehan & Diskusi LPKKI Temanggung, 19 Februari 2015

Dalam website BPN (www.bpn.go.id) disebutkan adanya perbedaan antara sengketa pertanahan dengan konflik pertanahan. Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat berupa sengketa administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat, sedangkan Konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.
Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional, secara garis besar dikelompokkan menjadi :
1.    Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu.
2.    Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.
3.    Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang berasal dari warisan.
4.    Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih dari 1 orang.
5.    Sertipikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari 1.
6.    Sertipikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidangtanah tertentu yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah pengganti.
7.    Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta Jual Beli palsu.
8.    Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berdasarkan penunjukan batas yang salah.
9.    Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya.
10.    Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu.
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.
Menurut Sarjita (dalam buku Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Tugu jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 8) sengketa pertanahan adalah perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan.
Rusmadi Murad (dalam buku Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, hal. 23) menyatakan sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam :
1.    Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.
2.    Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak.
3.    Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar.
4.    Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis)
Terjadinya sengketa tanah menimbulkan permasalahan baru dan menimbulkan kerugian bagi semua pihak yang masing-masing berpendapat mempunyai hak atas tanah, yaitu dengan mengeluarkan biaya, waktu dan pikiran dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Untuk itu saat ini diperlukan pencegahan agar tidak terjadi sengketa tentang tanah, yaitu dengan cara :
1.    Niat/itikad baik dalam peralihan hak atas tanah (jual beli, waris, hibah dll),
2.    Dilakukan secara prosedur dan ketentuan, memenuhi syarat formil maupun materiil,
3.    Dilakukan secara terbuka/transparan,
4.    Mengetahui hak dan kewajibannya,
5.    Ikhlas.

~ klub belajar hukum ~

Bahan Bacaan

UU 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UU 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
UU 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
PP 34 tahun 1997 tentang Laporan atau pemberitahuan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
PP 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
PP 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar