Rabu, 11 Desember 2013

PEMAHAMAN FIDUSIA DAN ASPEK HUKUMNYA

PEMAHAMAN FIDUSIA DAN ASPEK HUKUMNYA[1]
Oleh : Agus Christianto[2]

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang.

Zambia anak dari Zorbot berkeinginan untuk memiliki kendaraan bermotor seperti yang dipakai oleh teman-temannya dan meminta kepada ayahnya (Zorbot). Karena sayang pada anaknya Zorbot bersama Zambia pergi ke dealer kendaraan bermotor terdekat dan memilih jenis dan warna kendaraan yang diinginkan. Ketika akan membayar Zorbot dihadapkan dua pilihan oleh penjualnya, yaitu pertama untuk pembelian tunai, sepeda motor yang diinginkan sesuai dengan jenis dan warna harus menunggu setidaknya 2 (dua) minggu, sedangkan persediaan yang ada untuk pembelian secara kredit. karena sayang terhadap anaknya, Zorbot akhirnya memilih pembelian secara kredit dengan jangka waktu selama 1 tahun dan diberi saran oleh penjual, pembayaran dapat dilunasi sebelum waktunya dengan syarat telah mengangsur lebih dari 2 (dua) bulan. Dan setelah memenuhi persyaratan Zorbot menandatangani berbagai macam dokumen yang diperlukan dan pada hari ke tiga, sepeda motor telah diterima olehnya dan pada saat itu juga Zambia memakainya untuk berbagai kegiatan. Dan Zorbot berencana untuk melakukan pelunasan pada bulan keempat.
Tidak terasa tiga bulan telah berlalu, setelah membayar angsuran ketiga, Zorbot mengalami kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan dirinya untuk dioperasi dan dirawat. Uang yang sedianya dipakai untuk pelunasan sepeda motor anaknya dipakai untuk biaya operasi dan perawatan yang nantinya diharapkan dapat diganti dengan asuransi atau bantuan dari kantornya. Namun biaya pengganti mengalami keterlambatan karena adanya dokumen yang belum lengkap dalam pengajuan asuransi ataupun bantuan dari kantornya, akhirnya mundur selama tiga bulan. Dan selama tiga bulan juga Zorbot tidak membayar angsuran sepeda motornya.
Pada saat uang santunan asuransi dan bantuan dari kantornya keluar, Zorbot kembali dihadapkan pada pilihan, yaitu anaknya yang pertama Arthos melaksanakan perkawinan dan membutuhkan biaya, yang akhirnya menggunakan uang santunan asuransi dan bantuan dari kantornya yang sedianya dipakai untuk pelunasan sepeda motor sebagai tambahan biaya perkawinan dan akhirnya Zorbot kembali tidak dapat membayar angsuran ataupun melakukan pelunasan kreditnya. Dan berlangsung selama tiga bulan. Memang pada bulan pertama sampai keenam, Zorbot mendapat surat peringatan dari perusahaan keuangan tentang keterlambatan pembayaran angsuran dan sewaktu-waktu sepeda motornya dapat ditarik, namun karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan karena sakit dan kegiatannya yang sibuk dalam perkawinan anaknya, sehingga tidak dapat datang ke kantor perusahaan keuangan tersebut untuk memberikan penjelasan dan permintaan keringanan dalam memenuhi kewajibannya. Dan berencana pada bulan ketujuh menunggak atau kesepuluh jadwal angsuran untuk datang ke kantor perusahaan keuangan untuk menyelesaikan permasalahannya dengan melakukan pelunasan seperti yang direncanakan, namun sebelumnya terlaksana rencananya tersebut, Zorbot mengetahui Perusahaan Finance melalui debt collector telah menarik sepeda motornya, saat anaknya Zambia mengendarainya, dan pada saat datang ke kantor Perusahaan Finanze tersebut, Zorbot jika menginginkan sepeda motornya kembali, diminta untuk melunasi seluruh angsuran ditambah bunga dan denda serta membayar biaya penarikan sepeda motornya. Atas peristiwa itu Zorbot akhirnya mundur karena tidak sanggup dengan biaya yang diminta.

B.        Permasalahan.

Sebagaimana latar belakang diatas, terdapat dua permasalahan antara lain, kurangnya pemahaman para pihak mengenai fidusia dan aspek hukum fidusia.






























BAB II
PEMBAHASAN

A.        Fidusia dan Jaminan Fidusia.

1.    Pengertian Fidusia.

Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan, orang romawi mengenal dua bentuk fiducia, yaitu fiducia cum creditore dan fiducia cum amico, keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti penyerahan hak atau in iure cessio[3]. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Fidusia adalah pendelegasian wewenang pengolahan uang dari pemilik uang kepada pihak yang didelegasi[4]. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership[5].
Dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia) pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda[6]. Pengaturan tentang fidusia juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun[7]. Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987) mengartikan fidusia adalah “Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-eigenaar[8].
Sebagaimana dalam UU Fidusia, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Beberapa ciri yang tampak dalam perumusan tersebut antara lain[9]:
a.        Pengalihan hak kepemilikan suatu benda.
Kata “pengalihan” berasal dari kata alih yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pindah, ganti, tukar, ubah. Sedangkan kata “pengalihan” berarti proses, cara, perbuatan mengalihkan, pemindahan, penggantian, penukaran atau pengubahan.
Hak dalam bahasa Belanda disebut Subjectief recht[10]. Hak merupakan hubungan hukum antara subyek hak dengan obyek hak[11] dan dalam setiap hak terkadung dua sifat penting yaitu adanya kewenangan (bevoegdheden) dan kepentingan (belang)[12]. Hak adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan[13]. Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah (Fitzgerald, 1966:221 dalam Satjipto Rahardjo, 2000:55): Hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari Hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki title/identitas atas barang yang menjadi sasaran dari Hak. Hak dapat didefinisikan sebagai kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. (Sudikno, 2003:43)[14].
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi[15]. Selain itu Hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena kedaluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu[16].
Kata “benda” merupakan terjemahan dari kata zaak (Belanda). Benda dalam arti ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum yaitu sebagai lawan dari subyek hukum. Obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia atau badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subyek hukum[17]. Pengertian benda (zaak) dalam perspektif hukum dinyatakan dalam pasal 499 KUH Perdata, yaitu Menurut Undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik. Dan barang dalam KUH Perdata dibagi antara barang yang bertubuh, dan ada barang yang tak bertubuh[18], barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak[19], barang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan[20]. Sedangkan Subekti membagi benda menjadi 3, yaitu[21]: benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh setiap orang, benda dalam arti sempit adalah barang yang dapat terlihat saja dan benda adalah sebagai objek hukum.
b.        Atas dasar kepercayaan.
Banyak ahli yang telah mendefinsikan pengertian kepercayaan (trust). Dalam konteks busines to business marketing, Anderson dan Narus, 1990 (dalam Rusdin, 2007) mendefinisikan kepercayaan sebagai berikut: Trust as a belief that another company will perform actions that will result in positive outcomes for the firm while not taking actions that would result in negative outcomes. Berdasarkan definisi di atas kepercayaan merupakan keyakinan suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya bahwa perusahaan lain tersebut akan memberikan outcome yang positif bagi perusahaan[22], begitu juga pendapat Moorman et al, 1999 (dalam Rusdin, 2007[23].
Selain itu Das dan Teng (1998) menyatakan kepercayaan (trust) sebagai derajat di mana seseorang yang percaya menaruh sikap positif terhadap keinginan baik dan keandalan orang lain yang dipercayanya di dalam situasi yang berubah ubah dan beresiko, Rousseau et al, (1998) menyatakan kepercayaan sebagai bagian psikologis yang terdiri dari keadaan pasrah untuk menerima kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang lain, Mayer (1995) menyatakan kepercayaan sebagai keinginan suatu pihak untuk menjadi pasrah/menerima tindakan dari pihak lain berdasarkan pengharapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan sesuatu tindakan tertentu yang penting bagi pihak yang memberikan kepercayaan, terhadap kemampuan memonitor atau mengendalikan pihak lain dan Doney et.al. (1998) menyatakan kepercayan sebagai sesuatu yang diharapkan dari kejujuran dan perilaku kooperif yang berdasarkan saling berbagi norma-norma dan nilai yang sama[24].
c.         Benda itu tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Tetap dalam penguasaan pemilik benda maksudnya adalah bahwa penyerahan itu dilaksanakan secara contitutum possesorium, yang artinya penyerahan “hak milik” dilakukan dengan janji, bahwa bendanya sendiri secara physic tetap dikuasai oleh pemberi jaminan. Jadi kata-kata “dalam penguasaan” diartikan tetap dipegang oleh pemberi jaminan[25].
Menurut V. Oven sebagaimana dikutip J. Satrio, yang diserahkan adalah hak yuridisnya atas benda tersebut. Dengan demikian hak pemanfaatan (hak untuk memanfaatkan benda jaminan) tetap ada pada pemberi jaminan. Dalam hal demikian maka hak milik yuridisnya ada pada kreditur penerima fidusia, sedang hak sosial ekonominya ada pada pemberi fidusia[26].
Selanjutnya menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, dalam jaminan Fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh Penerima Fidusia. Hal ini dikuatkan lagi dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) yang menyatakan bahwa setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji akan batal demi hukum.[27].
Kedudukan berkuasa (bezit) adalah suatu keadaan dimana seseorang menguasai sesuatu benda baik sendiri maupun dengan perantaraan orang lain seolah-olah benda itu adalah miliknya sendiri. Orang yang menguasai atau bertindak seolah-olah benda itu miliknya disebut bezitter. Syarat untuk adanya bezit ada 2 unsur, yaitu unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus), dan unsur kemauan orang yang menguasai benda tersebut untuk memilikinya (animus) atau berakal sehat. Bezit sendiri harus dibedakan dengan detentie, dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum antara yang bersangkutan (detentor) dengan pemilik (eigenaar) benda itu. Bilamana bezit berada pada pemilik benda itu sendiri, orang itu dinamakan bezitter-eigenaar[28].

2.        Jaminan Fidusia.

Fidusia atau lengkapnya Fiduciaire Eigendomsovercracht sering disebut sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan[29]. Dalam UU Jaminan Fidusia disebutkan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai aggunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya[30]. Istilah jaminan berasal dari kata Jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan[31]. Sehingga hak jaminan dapat disebut hak tanggungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima[32].
Sebelum UU Jaminan Fidusia ini dibentuk, disebut dengan berbagai macam nama. Zaman Romawi menyebutnya ”Fiducia cum creditore” Asser Van Oven menyebutnya “zekerheids-eigendom” (hak milik sebagai jaminan), Blom menyebutnya “bezitloos zekerheidsrecht” (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel memberi nama “Verruimd Pandbegrip” (pengertian gadai yang diperluas), A. Veenhooven menyebutnya “eigendoms overdracht tot zekergeid” (penyerahan hak milik sebagai jaminan) sebagai singkatan dapat dipergunakan istilah “fidusia” saja.

B.        Aspek Hukum Fidusia

1.        Proses Fidusia.

Dalam UU Jaminan Fidusia disebutkan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok[33], yang dibuat dengan akta notaris dan merupakan akta jaminan fidusia[34]. Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan[35] pada Kantor Pendaftaran Fidusia[36] oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia[37].
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk kendaraan bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia (Permenkeu Wajib Daftar Fidusia), pendaftaran jaminan fidusia wajib hukumnya[38] dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen[39], dan sebagaimana Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, pendaftaran dapat dilakukan secara elektronik.

2.        Hak Didahulukan.

Dalam bukunya Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan (2002), J. Satrio mengklasifikan kedudukan hak kreditur dengan merujuk Buku Dua Bab XIX KUH Perdata dan Pasal 21 UU No. 6 tahun 1983 yang diubah oleh UU No. 9 tahun 1994. Di sini, hak negara (pajak, biaya perkara, dll) ditempatkan sebagai pemegang hak posisi pertama, diikuti oleh kreditur separatis (pemegang hak tanggungan, gadai, fidusia, hipotik)[40]. Hal ini sesuai dengan UU Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya[41] karena Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang[42] dengan ketentuan persyaratan fidusia telah terpenuhi yaitu telah didaftarkan[43] dan perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen)[44].
Pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain. Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerirna Fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut[45].

3.        Eksekusi Fidusia.

R. Subekti dan Retnowulan Sutantio[46] mengalihkan istilah eksekusi (executie) ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah pelaksanaan putusan. Pengertian eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan (ten uitvoer legging van vinissen). Menjalankan putusan pengadilan, tidak lain daripada melaksanakan isi putusan pengadilan yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan secara sukarela.
Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat melaksanakan putusannya. dengan demikian asas-asas atau aturan umum eksekusi adalah sebagai berikut [47]:
-           eksekusi dilaksanakan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat kondematoir.
-           karena putusan telah berkekuatan hukum tetap, didalamnya mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara para pihak yang berperkara.
-           karena hubungan hukum sudah tetap dan pasti (fixed and certain), maka mesti ditaati dan dipenuhi.
-           cara mentaati dan memeuhi hubungan hukum yang tetap dan pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara sukarela atau dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara.
-           kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada pengadilan negeri.
-           eksekusi dilaksanakan atas perintah dan dalam pengawasan ketua pengadilan negeri.
Untuk dapat melakukan eksekusi, setelah dilakukan perjanjian kredit dan dibuat akta Perjanjian Fidusia, maka akta Perjanjian Fidusia wajib didaftarkan yang kemudian akan diperoleh sertifikat jaminan fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia tercantum kata-kata "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap[48].
Pelaksanaan eksekusi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku[49], dapat dilakukan sendiri atau meminta bantuan juru sita pengadilan dan pengamanan dari Kepolisian[50]. Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia[51]. Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang[52].
Dalam Permenkeu Wajib Daftar Fidusia dikatakan bahwa perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan[53] dan jika perusahaan pembiayaan tersebut tidak mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia, maka perusahaan pembiayaan tersebut tidak dilindungi hak-haknya oleh UU Jaminan Fidusia[54]. Dan jika syarat fidusia telah terpenuhi, apabila Debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia[55].
Setelah dilakukan eksekusi, maka jaminan fidusia di jual untuk pelunasan hutang karena penerima fidusia dilarang untuk memiliki jaminan fidusia[56]. Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pelelangan umum atau penjualan di bawah tangan[57] serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia dan apabila hasi eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar[58].

4.        Tindak Pidana Fidusia.

Ketentuan Pidana dalam UU Jaminan Fidusia ada dua yaitu :  Setiap orang yang dengan sengaja mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan Perjanjian Jaminan Fidusia dipidana[59] dan Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia dipidana[60].
Setiap orang adalah siapa saja baik pemberi maupun penerima fidusia. Dengan sengaja berarti ada niat dan kesempatan dalam melakukan perbuatannya. Mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan adalah jenis perbuatan/tindakan yang dilakukan dengan hasil berupa suatu keterangan yang tidak benar. Yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan Perjanjian Jaminan Fidusia adalah akibat dari perbuatan itu atau hasil perbuatan itu diketahui salah satu pihak baik penerima atau pemberi fidusia menjadikan perjanjian fidusianya batal demi hukum atau dibatalkan.
Pemberi Fidusia adalah adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia[61]. Yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan berpindahnya hak menguasai atau kedudukan hukum atas benda tersebut. Yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia adalah perbuatan yang dilakukan oleh pemberi fidusia tersebut yaitu mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tanpa ijin tertulis atau sepengetahuan secara resmi dari penerima fidusia.
Selain kedua ketentuan pidana tersebut, dapat juga dikenakan pidana bagi pemberi fidusia maupun penerima fidusia serta pihak ketiga yang melakukan tindak pidana Pasal 335 ayat (1) ke 1 (Perbuatan tidak menyenangkan), Pasal 365 ayat (1) (Pencurian dengan kekerasan), Pasal 368 ayat (1) (pemerasan), Pasal 263 (Pemalsuan), Pasal 372 (Pemalsuan), Pasal 378 (Penipuan), Pasal 480 (Penadahan) KUH Pidana.

































BAB III
KESIMPULAN

Pengertian Fidusia telah jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 yang berbunyi Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Sedangkan Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Dan setiap orang yang membuat perjanjian dan terutama perjanjian yang berhubungan dengan fidusia wajib untuk paham dan memahaminya terutama aspek hukum yang menyertai sehingga tujuan dibuatnya suatu perjanjian dapat tercapai dengan baik.






























DAFTAR PUSTAKA


Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Jakarta, 2006.
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.

Internet :

Arti kata, http://artikata.com/arti-327133-fidusia.html, diakses 28 November 2013.
Ayu Andari Yasad, Pengertian Hak Tanggungan, http://www.scribd.com/doc/54988073/pengertian-hak-tanggungan, diakses 30 November 2013.
Eagle2013, 11 Juli 2011, Pengertian Kepercayaan (Trust), http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2184805-pengertian-kepercayaan-trust/, diakses 29 November 2013.
Elanda Harviyata, 30 Maret 2013, Hak dan Kewajiban Menurut Para Ahli, http://elandaharviyata.wordpress.com/2013/03/30/hak-dan-kewajiban-menurut-para-ahli/, diakses 30 November 2013.
Hukum Online, 14 Juni 2007, Hak Pekerja untuk Didahulukan dalam Perkara Kepailitan, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16924/hak-pekerja-untuk-didahulukan-dalam-perkara-kepailitan-, diakses 30 November 2013.
Hukum Perdata, January 25, 2013, Benda Menurut Hukum Perdata, http://blajarhukumperdata.blogspot.com/2013/01/benda-menurut-hukum-perdata.html, diakses 30 November 2013.
Kuliahade, 25 Juni 2010, Hukum Jaminan : Fidusia,  http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/25/hukum-jaminan-fidusia/, diakses 28 November 2013.
Retno Anggraeni, 2012, Pengertian Hak, http://retnoanggraeni.student.esaunggul.ac.id/pengertian-hak/, diakses 30 November 2013.
Sriwijayanti, Kepercayaan (trust), http://sriwijayanti.wordpress.com/kepercayaan-trust/, diakses 29 November 2013.
Stdln, 16 April 2011, Sekilas Hukum Perdata - Bezit & Eifendom, http://stdln.blogspot.com/2011/04/sekilas-hukum-perdata-bezit-eigendom.html, diakses 29 November 2013.
Wikipedia, 30 Mei 2010, Jaminan Fidusia, http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia, diakses 28 November 2013.







[1] Materi Seminar Konsumen Cerdas dan Mandiri tentang Fidusia, Hak Tanggungan serta Otoritas Jasa Keuangan oleh YLPKK, 6 Desember 2013.
[2] Pemerhati Masalah Fidusia dan Hak Tanggungan.
[3] Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal.35.
[4] Arti kata, http://artikata.com/arti-327133-fidusia.html, diakses 28 November 2013.
[5] Wikipedia, 30 Mei 2010, Jaminan Fidusia, http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia, diakses 28 November 2013.
[6] Lihat Pasal 1 butir 1.
[7] Lihat Bab XIII Pendanaan dan Sistem Pembiayaan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
[8] Kuliahade, 25 Juni 2010, Hukum Jaminan : Fidusia,  http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/25/hukum-jaminan-fidusia/, diakses 28 November 2013.
[9] J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 159.
[10] Elanda Harviyata, 30 Maret 2013, Hak dan Kewajiban Menurut Para Ahli, http://elandaharviyata.wordpress.com/2013/03/30/hak-dan-kewajiban-menurut-para-ahli/, diakses 30 November 2013.
[11] Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal.34.
[12] ibid.
[13] Elanda Harviyata, opcit.
[14] Retno Anggraeni, 2012, Pengertian Hak, http://retnoanggraeni.student.esaunggul.ac.id/pengertian-hak/, diakses 30 November 2013.
[15] Lihat Pasal 570 KUH Perdata.
[16] Lihat Pasal 584 KUH Perdata.
[17] Hukum Perdata, January 25, 2013, Benda Menurut Hukum Perdata, http://blajarhukumperdata.blogspot.com/2013/01/benda-menurut-hukum-perdata.html, diakses 30 November 2013.
[18] Lihat Pasal 503 KUH Perdata
[19] Lihat Pasal 504 KUH Perdata.
[20] Lihat Pasal 505 KUH Perdata.
[21] Hukum Perdata, opcit.
[22] sriwijayanti, Kepercayaan (trust), http://sriwijayanti.wordpress.com/kepercayaan-trust/, diakses 29 November 2013.
[23] ibid.
[24] eagle2013, 11 Juli 2011, Pengertian Kepercayaan (Trust), http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2184805-pengertian-kepercayaan-trust/, diakses 29 November 2013.
[25] J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 160.
[26] ibid.
[27] Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal.22-23.
[28] stdln, 16 April 2011, Sekilas Hukum Perdata - Bezit & Eifendom, http://stdln.blogspot.com/2011/04/sekilas-hukum-perdata-bezit-eigendom.html, diakses 29 November 2013.
[29] Oey Hoey Tiong, opcit, hal.21.
[30] Pasal 1 butir 2.
[31] Oey Hoey Tiong, opcit, hal.14.
[32] Ayu Andari Yasad, Pengertian Hak Tanggungan, http://www.scribd.com/doc/54988073/pengertian-hak-tanggungan, diakses 30 November 2013.
[33] Lihat Pasal 4..
[34] Lihat Pasal 5 ayat (1).
[35] Lihat Pasal 11 ayat (1).
[36] Lihat Pasal 12 ayat (1).
[37] Lihat Pasal 13 ayat (1).
[38] Lihat Pasal 1.
[39] Lihat Pasal 2.
[40] Hukum Online, 14 Juni 2007, Hak Pekerja untuk Didahulukan dalam Perkara Kepailitan, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16924/hak-pekerja-untuk-didahulukan-dalam-perkara-kepailitan-, diakses 30 November 2013.
[41] Lihat Pasal 27.
[42] Lihat Penjelasan Pasal 27 ayat (3).
[43] Lihat Pasal 28.
[44] Lihat Penjelasan Pasal 37 ayat (3).
[45] Lihat Angka 3 Umum Penjelasan Undang-Undang Jaminan Fidusia.
[46] Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Jakarta, 2006, hal.3-4.
[47] ibid, hal.4.
[48] Lihat Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU Jaminan Fidusia.
[49] Lihat Pasal 32 UU Jaminan Fidusia.
[50] Lihat Peraturan Kapolri Nomor 08 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
[51] Lihat Pasal 30 UU Jaminan Fidusia.
[52] Lihat penjelasan pasal 30 UU Jaminan Fidusia.
[53] Lihat Pasal 3.
[54] Lihat Pasal 27 UU Jaminan Fidusia.
[55] Lihat Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Jaminan Fidusia.
[56] Lihat Pasal 33 UU Jaminan Fidusia.
[57] Lihat Pasal 29 ayat (1) huruf b dan c UU Jaminan Fidusia.
[58] Lihat Pasal 34 UU Jaminan Fidusia.
[59] Lihat Pasal 35
[60] Lihat Pasal 36 UU Jaminan Fidusia.
[61] Lihat Pasal 1 butir 5 UU Jaminan Fidusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar