Jumat, 13 Desember 2013

Gugatan Konsumen

MENGAJUKAN GUGATAN SEBAGAI KEWAJIBAN KONSUMEN[1]
Oleh : Agus Christianto[2]

A.        Pendahuluan.
Hak dan kewajiban melekat pada setiap orang. Terutama hak yang selalu dituntut untuk dipenuhi, namun saat bertemu dengan orang lain, maka timbul suatu kewajiban. Misalnya setiap orang yang menyukai rokok, mempunyai untuk merokok meskipun nantinya berakibat pada kesehatannya, namun merupakan hak perokok, namun begitu merokok di dekat orang yang tidak merokok, orang perokok mempunyai kewajiban untuk menghargai orang yang tidak merokok yang mempunyai hak untuk mendapatkan udara bersih sehingga perokok untuk merokok di tempat lain dan hal ini telah diatur oleh pemerintah dan badan usaha lainnya dengan menyediakan tempat khusus untuk merokok, namun hal ini justru sering diabaikan oleh perokok.
Begitu pula dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah jelas disebutkan Hak dan Kewajiban Konsumen. Hak konsumen telah jelas di atur dalam Pasal 4 UUPK sedangkan kewajiban Konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK. Dan dalam penjelasan UUPK disebutkan barang dan/jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri, kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Disisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Padahal telah jelas dicantumkan dalam konsideran UUPK yang menyebutkan bahwa dunia usaha yang didukung oleh pemerintah dalam menghasilkan beraneka barang dan/jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Sehingga permasalahan yang muncul adalah apakah mengajukan gugatan adalah kewajiban konsumen sebagai pemakai barang dan jasa dalam melindungi dirinya dari pelaku usaha ?

B.        Pengertian Konsumen Pemakai Barang dan Jasa.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, pengertian Konsumen adalah pemakai barang hasil produksi, penerima pesan iklan atau pemakai jasa. Sedangkan barang adalah benda umum (segala sesuatu yang berwujud atau berjasad) dan jasa adalah perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain atau perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan orang lain.
Dalam UUPK disebutkan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan[3], sedangkan Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen[4] dan Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen[5].

C.        Kewajiban Konsumen Sebagai Pemakai Barang dan Jasa.
Kata kewajiban berasal dari kata wajib yang berarti harus dilakukan atau tidak boleh tidak dilaksanakan, dan kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang harus dilaksanakan dan menjadi keharusan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan tanggung jawab[6]. Dan dalam konteks Hak asasi Manusia, Kewajiban Asasi Manusia adalah menghormati hak asasi manusia. Menghormati hak-hak asasi orang lain[7].
Menurut Prof Notonagoro Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Sehingga Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan[8]. Pater Bertens dalam bukunya, Etika, hak dan kewajiban adalah dua sisi dari satu mata uang. Setiap hak seseorang akan berhenti ketika bertemu dengan hak orang lain[9].
Dalam UUPK kewajiban konsumen[10] adalah :
1.        Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
Kewajiban ini sangat penting, karena pelaku usaha sering menyampaikan peringatan secara tertulis pada suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan atau meneliti (onderzoekplicht). Dengan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab apabila konsumen menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut. Namun jika pelaku usaha tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif untuk mengkomunikasikan peringatan yang menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu tidak menghalangi pemberian ganti rugi pada konsumen yang dirugikan[11].
2.        Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
Dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud itikad baik atau good faith adalah : “A state of mind consisting in (1) honesty in belief or purposes. (2) faithfulness to one’s duty or obligation, (3) observance of reasonable commercial standards of fair dealing in a given trade or business, or (4) absence of intent to defraud or to seek unconscionable advantage”. Menurut M.L Wry adalah: perbuatan tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal, tanpa mengganggu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja, tetapi juga dengan melihat kepentingan orang lain[12]. Sutan Remy Sjahdeini menggambarkan itikad baik adalah niat dari pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan kepentingan umum[13]. Prof. R. Subekti, SH merumuskan itikad baik di waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang di kemudian hari akan menimbulkan kesulitan-kesulitan[14].
Prof Dr Siti Ismijati Jenie SH CN[15], dalam pidato pengukuhannya di ruang Balai Senat UGM menyebutkan asas itikad baik berasal dari hukum Romawi. Di dalam hukum Romawi asas ini disebut Bonafides. Dalam bahasa Indonesia, itikad baik dalam arti subyektif disebut kejujuran sebagaimana Pasal 531 KUH Perdata yang berbunyi bezit dalam itikad baik terjadi bila pemegang bezit memperoleh barang itu dengan mendapatkan hak milik tanpa mengetahui adanya cacat cela di dalamnya. Dan dalam arti obyektif disebut kepatutan sebagaimana dirumuskan dalam ayat (3) pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Misalnya jual beli di rumah makan, konsumen wajib untuk membayar makanan yang telah dibeli dan dimakan, sebelum atau sesudahnya, tergantung kesepakatan yang sebelumnya dibuat atau telah diatur. 
3.        Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
Dalam artikata.com, membayar berarti memberikan uang (untuk pengganti harga barang yang diterima atau melunasi utang)[16]. Sehingga membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati adalah memberikan uang sebagaimana kesepakatan antara konsumen dengan pihak lain (pelaku usaha) atas barang dan/atau jasa.
4.        Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sengketa perlindungan konsumen atau yang lebih dikenal sebagai sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen[17] dan setiap Konsumen wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum yang telah diatur  dalam UUPK[18] antara lain :
a.        Melakukan mediasi dengan pelaku usaha.
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan yang memuaskan[19]. Mediasi dapat dilakukan di dalam[20] maupun di luar persidangan. Mediasi memerlukan pihak ketiga yang ditunjuk[21] oleh masing-masing pihak untuk menyelesaikan permasalahan secara sukarela.
b.        Menggugat pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen[22] atau melalui peradilan umum.
Menggugat adalah mengajukan gugatan (tertulis) dengan memperhatikan cara berpikir, dasar hukum, klasifikasi hukum, penguasaan hukum material, bahasa indonesia, posita harus sinkron dengan petitum, berpikir taktis, ketelitian, singkat, padat tetapi mencakup, hukum acara perdata[23].
c.         Menuntut tanggung jawab pidana jika ada perbuatan pidana.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut[24]. Perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana[25] (hukuman penjara). Menuntut tanggung jawab pidana dilakukan dengan cara melaporkan perbuatan pidana tersebut ke Kepolisian[26], yang kemudian dilakukan penuntutan dan diakhiri di pengadilan dengan putusan pidana.

D.        Kesimpulan.
Dalam Pasal 5 UUPK telah mengatur kewajiban konsumen sebagai pemakai barang dan/atau jasa, dan salah satunya adalah mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Dan dalam Pasal 45 UUPK juga menyebutkan mengajukan gugatan ke Badan penyelesaian Sengketa Konsumen dan Peradilan Umum sebagai salah satu hal yang dapat dilakukan konsumen selain melakukan mediasi dan menuntut secara pidana, sehingga mengajukan gugatan sebagai salah satu yang dapat dilakukan konsumen dalam menyelesaikan permasalahannya dengan pelaku usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Jeremias Lemek, Penuntun Membuat Gugatan, Cetakan VI, New Merah Putih, Yogyakarta, 2010
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992.
Praditya, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Garuda, Jakarta, 2008.
Samuel M.P. Hutabarat, Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2010.
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia. 1993.
Naskah Akademis Mediasi, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, 2007

HIR
RBg
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Internet :

artikata.com, definisi membayar, http://www.artikata.com/arti-359314-membayar.html, diakses 13 Desember 2013.
Ewaldoapra, 12 Februari 2010, Kewajiban Asasi Manusia, http://catatanrodes.wordpress.com/2010/02/12/kewajiban-asasi-manusia/, diakses 13 Desember 2013.
Humas UGM, 11 September 2007, Pengukuhan Prof Ismijati Jenie: Itikad Baik Sebagai Asas Hukum, http://www.ugm.ac.id/id/berita/2066-pengukuhan.prof.ismijati.jenie:.itikad.baik.sebagai.asas.hukum, diakses 13 Desember 2013.
Monang S Purba, 21 Februari 2010, Pengertian hak dan kewajiban, http://monangdotnet.wordpress.com/2012/05/27/hak-dan-kewajiban-konsumen/, diakses 13 Desember 2013.
Rio De'G, Pengertian Kewajiban, http://www.scribd.com/doc/39227308/Pengertian-Kewajiban, diakses 13 Desember 2013.
Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 18 November 2012, Kewajiban Asasi Manusia, http://budisansblog.blogspot.com/2012/11/kewajiban-asasi-manusia.html, diakses 13 Desember 2013.
Setia Darma, 30 Oktober 2008, itikad baik menurut hukum, http://setia-ceritahati.blogspot.com/2008/10/itikad-baik-menurut-hukum.html, diakses 13 Desember 2013.
Soemali, Kewajiban konsumen (dalam powerpoint), soemali.dosen.narotama.ac.id, diakses 13 Desember 2013.


[1] Makalah disampaikan dalam sarasehan LPKKI di Wonosobo, 14 Desember 2013, dan diposting ke www.aguschristianto75.blogspot.com.
[2] Salah seorang Konsumen.
[3] Lihat Pasal 1 butir 2
[4] Lihat Pasal 1 butir 4
[5] Lihat Pasal 1 butir 5
[6] Monang S Purba, 21 Februari 2010, Pengertian hak dan kewajiban, http://monangdotnet.wordpress.com/2012/05/27/hak-dan-kewajiban-konsumen/, diakses 13 Desember 2013.
[7] Ewaldoapra, 12 Februari 2010, Kewajiban Asasi Manusia, http://catatanrodes.wordpress.com/2010/02/12/kewajiban-asasi-manusia/, diakses 13 Desember 2013.
[8] Rio De'G, Pengertian Kewajiban, http://www.scribd.com/doc/39227308/Pengertian-Kewajiban, diakses 13 Desember 2013.
[9] Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 18 November 2012, Kewajiban Asasi Manusia, http://budisansblog.blogspot.com/2012/11/kewajiban-asasi-manusia.html, diakses 13 Desember 2013.
[10] Lihat Pasal 5
[11] Soemali, Kewajiban konsumen (dalam powerpoint), soemali.dosen.narotama.ac.id, diakses 13 Desember 2013.
[12] Setia Darma, 30 Oktober 2008, itikad baik menurut hukum, http://setia-ceritahati.blogspot.com/2008/10/itikad-baik-menurut-hukum.html, diakses 13 Desember 2013.
[13] Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia. 1993. Hal.112
[14] Samuel M.P. Hutabarat, Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian, 2010, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,Hal.45
[15] HumasUGM, 11 September 2007, Pengukuhan Prof Ismijati Jenie: Itikad Baik Sebagai Asas Hukum, http://www.ugm.ac.id/id/berita/2066-pengukuhan.prof.ismijati.jenie:.itikad.baik.sebagai.asas.hukum, diakses 13 Desember 2013.
[16] artikata.com, definisi membayar, http://www.artikata.com/arti-359314-membayar.html, diakses 13 Desember 2013.
[17] Praditya, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Garuda, Jakarta, 2008, hal 135
[18] Lihat Pasal 45
[19] Naskah Akademis Mediasi, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, 2007
[20] Lihat pasal 130 HIR/154 Rbg
[21] Dapat dipakai Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
[22] Lihat pasal 49-58
[23] Jeremias Lemek, Penuntun Membuat Gugatan, Cetakan VI, New Merah Putih, Yogyakarta, 2010, hal.13.
[24] Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal 54
[25] Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, hal 130
[26] Lihat UU Nomor 2 tahun 2002 dan UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar