PEMAHAMAN
FIDUSIA DAN ASPEK HUKUMNYA[1]
Oleh
: Agus Christianto[2]
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Zambia anak dari Zorbot berkeinginan untuk memiliki
kendaraan bermotor seperti yang dipakai oleh teman-temannya dan meminta kepada
ayahnya (Zorbot). Karena sayang pada anaknya Zorbot bersama Zambia pergi ke
dealer kendaraan bermotor terdekat dan memilih jenis dan warna kendaraan yang
diinginkan. Ketika akan membayar Zorbot dihadapkan dua pilihan oleh penjualnya,
yaitu pertama untuk pembelian tunai, sepeda motor yang diinginkan sesuai dengan
jenis dan warna harus menunggu setidaknya 2 (dua) minggu, sedangkan persediaan
yang ada untuk pembelian secara kredit. karena sayang terhadap anaknya, Zorbot
akhirnya memilih pembelian secara kredit dengan jangka waktu selama 1 tahun dan
diberi saran oleh penjual, pembayaran dapat dilunasi sebelum waktunya dengan
syarat telah mengangsur lebih dari 2 (dua) bulan. Dan setelah memenuhi persyaratan
Zorbot menandatangani berbagai macam dokumen yang diperlukan dan pada hari ke
tiga, sepeda motor telah diterima olehnya dan pada saat itu juga Zambia
memakainya untuk berbagai kegiatan. Dan Zorbot berencana untuk melakukan
pelunasan pada bulan keempat.
Tidak terasa tiga bulan telah berlalu, setelah membayar
angsuran ketiga, Zorbot mengalami kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan
dirinya untuk dioperasi dan dirawat. Uang yang sedianya dipakai untuk pelunasan
sepeda motor anaknya dipakai untuk biaya operasi dan perawatan yang nantinya
diharapkan dapat diganti dengan asuransi atau bantuan dari kantornya. Namun
biaya pengganti mengalami keterlambatan karena adanya dokumen yang belum
lengkap dalam pengajuan asuransi ataupun bantuan dari kantornya, akhirnya
mundur selama tiga bulan. Dan selama tiga bulan juga Zorbot tidak membayar
angsuran sepeda motornya.
Pada saat uang santunan asuransi dan bantuan dari
kantornya keluar, Zorbot kembali dihadapkan pada pilihan, yaitu anaknya yang
pertama Arthos melaksanakan perkawinan dan membutuhkan biaya, yang akhirnya
menggunakan uang santunan asuransi dan bantuan dari kantornya yang sedianya
dipakai untuk pelunasan sepeda motor sebagai tambahan biaya perkawinan dan
akhirnya Zorbot kembali tidak dapat membayar angsuran ataupun melakukan
pelunasan kreditnya. Dan berlangsung selama tiga bulan. Memang pada bulan
pertama sampai keenam, Zorbot mendapat surat peringatan dari perusahaan keuangan
tentang keterlambatan pembayaran angsuran dan sewaktu-waktu sepeda motornya
dapat ditarik, namun karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan karena sakit dan
kegiatannya yang sibuk dalam perkawinan anaknya, sehingga tidak dapat datang ke
kantor perusahaan keuangan tersebut untuk memberikan penjelasan dan permintaan
keringanan dalam memenuhi kewajibannya. Dan berencana pada bulan ketujuh
menunggak atau kesepuluh jadwal angsuran untuk datang ke kantor perusahaan
keuangan untuk menyelesaikan permasalahannya dengan melakukan pelunasan seperti
yang direncanakan, namun sebelumnya terlaksana rencananya tersebut, Zorbot
mengetahui Perusahaan Finance melalui debt collector telah menarik sepeda
motornya, saat anaknya Zambia mengendarainya, dan pada saat datang ke kantor
Perusahaan Finanze tersebut, Zorbot jika menginginkan sepeda motornya kembali, diminta
untuk melunasi seluruh angsuran ditambah bunga dan denda serta membayar biaya
penarikan sepeda motornya. Atas peristiwa itu Zorbot akhirnya mundur karena
tidak sanggup dengan biaya yang diminta.
B.
Permasalahan.
Sebagaimana
latar belakang diatas, terdapat dua permasalahan antara lain, kurangnya
pemahaman para pihak mengenai fidusia dan aspek hukum fidusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Fidusia dan Jaminan Fidusia.
1.
Pengertian Fidusia.
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan, orang
romawi mengenal dua bentuk fiducia, yaitu fiducia
cum creditore dan fiducia cum amico,
keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti penyerahan hak atau in iure cessio[3]. Fidusia merupakan
istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, Fidusia adalah pendelegasian wewenang pengolahan uang dari pemilik
uang kepada pihak yang didelegasi[4]. Dalam
terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.)
yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa
Inggris disebut Fiduciary Transfer of
Ownership[5].
Dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia (UU Fidusia) pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda[6]. Pengaturan
tentang fidusia juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun[7]. Dr.
A. Hamzah dan Senjun Manulang (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987) mengartikan
fidusia adalah “Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur)
berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur,
akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan
saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh
debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar
maupun bezitter, melainkan hanya
sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-eigenaar”[8].
Sebagaimana dalam UU Fidusia, Fidusia adalah pengalihan
hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Beberapa
ciri yang tampak dalam perumusan tersebut antara lain[9]:
a.
Pengalihan hak kepemilikan suatu
benda.
Kata
“pengalihan” berasal dari kata alih yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti pindah, ganti, tukar, ubah. Sedangkan kata “pengalihan” berarti proses,
cara, perbuatan mengalihkan, pemindahan, penggantian, penukaran atau pengubahan.
Hak
dalam bahasa Belanda disebut Subjectief recht[10]. Hak
merupakan hubungan hukum antara subyek hak dengan obyek hak[11]
dan dalam setiap hak terkadung dua sifat penting yaitu adanya kewenangan (bevoegdheden) dan kepentingan (belang)[12]. Hak
adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan[13]. Ciri-ciri
yang melekat pada hak menurut hukum adalah (Fitzgerald, 1966:221 dalam Satjipto
Rahardjo, 2000:55): Hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut sebagai
pemilik atau subjek dari Hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki
title/identitas atas barang yang menjadi sasaran dari Hak. Hak dapat
didefinisikan sebagai kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan
adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.
Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi
oleh hukum dalam melaksanakannya. (Sudikno, 2003:43)[14].
Hak
milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan
untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal
tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh
suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang
lain; kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak
itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dan dengan
pembayaran ganti rugi[15]. Selain
itu Hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain,
melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena kedaluwarsa, karena
pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan karena
penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk
memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak untuk berbuat bebas
terhadap kebendaan itu[16].
Kata
“benda” merupakan terjemahan dari kata zaak
(Belanda). Benda dalam arti ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat
menjadi obyek hukum yaitu sebagai lawan dari subyek hukum. Obyek hukum adalah
segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia atau badan hukum) dan
yang dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat
dikuasai oleh subyek hukum[17].
Pengertian benda (zaak) dalam perspektif
hukum dinyatakan dalam pasal 499 KUH Perdata, yaitu Menurut Undang-undang,
barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik.
Dan barang dalam KUH Perdata dibagi antara barang yang bertubuh, dan ada barang
yang tak bertubuh[18], barang
yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak[19], barang
bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan[20].
Sedangkan Subekti membagi benda menjadi 3, yaitu[21]:
benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh setiap
orang, benda dalam arti sempit adalah barang yang dapat terlihat saja dan benda
adalah sebagai objek hukum.
b.
Atas dasar kepercayaan.
Banyak
ahli yang telah mendefinsikan pengertian kepercayaan (trust). Dalam konteks busines
to business marketing, Anderson dan Narus, 1990 (dalam Rusdin, 2007)
mendefinisikan kepercayaan sebagai berikut: Trust
as a belief that another company will perform actions that will result in
positive outcomes for the firm while not taking actions that would result in
negative outcomes. Berdasarkan definisi di atas kepercayaan merupakan
keyakinan suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya bahwa perusahaan lain
tersebut akan memberikan outcome yang
positif bagi perusahaan[22],
begitu juga pendapat Moorman et al, 1999 (dalam Rusdin, 2007[23].
Selain
itu Das dan Teng (1998) menyatakan kepercayaan (trust) sebagai derajat di mana seseorang yang percaya menaruh sikap
positif terhadap keinginan baik dan keandalan orang lain yang dipercayanya di
dalam situasi yang berubah ubah dan beresiko, Rousseau et al, (1998) menyatakan
kepercayaan sebagai bagian psikologis yang terdiri dari keadaan pasrah untuk
menerima kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang
lain, Mayer (1995) menyatakan kepercayaan sebagai keinginan suatu pihak untuk
menjadi pasrah/menerima tindakan dari pihak lain berdasarkan pengharapan bahwa
pihak lain tersebut akan melakukan sesuatu tindakan tertentu yang penting bagi
pihak yang memberikan kepercayaan, terhadap kemampuan memonitor atau
mengendalikan pihak lain dan Doney et.al. (1998) menyatakan kepercayan sebagai
sesuatu yang diharapkan dari kejujuran dan perilaku kooperif yang berdasarkan
saling berbagi norma-norma dan nilai yang sama[24].
c.
Benda itu tetap dalam penguasaan
pemilik benda.
Tetap
dalam penguasaan pemilik benda maksudnya adalah bahwa penyerahan itu
dilaksanakan secara contitutum
possesorium, yang artinya penyerahan “hak milik” dilakukan dengan janji,
bahwa bendanya sendiri secara physic
tetap dikuasai oleh pemberi jaminan. Jadi kata-kata “dalam penguasaan”
diartikan tetap dipegang oleh pemberi jaminan[25].
Menurut
V. Oven sebagaimana dikutip J. Satrio, yang diserahkan adalah hak yuridisnya
atas benda tersebut. Dengan demikian hak pemanfaatan (hak untuk memanfaatkan
benda jaminan) tetap ada pada pemberi jaminan. Dalam hal demikian maka hak
milik yuridisnya ada pada kreditur penerima fidusia, sedang hak sosial ekonominya
ada pada pemberi fidusia[26].
Selanjutnya
menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, dalam jaminan Fidusia pengalihan hak
kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan hutang,
bukan untuk seterusnya dimiliki oleh Penerima Fidusia. Hal ini dikuatkan lagi
dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
(UUJF) yang menyatakan bahwa setiap janji yang memberikan kewenangan kepada
Penerima Fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia
apabila debitur cidera janji akan batal demi hukum.[27].
Kedudukan
berkuasa (bezit) adalah suatu keadaan
dimana seseorang menguasai sesuatu benda baik sendiri maupun dengan perantaraan
orang lain seolah-olah benda itu adalah miliknya sendiri. Orang yang menguasai
atau bertindak seolah-olah benda itu miliknya disebut bezitter. Syarat untuk adanya bezit
ada 2 unsur, yaitu unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus), dan unsur kemauan orang yang
menguasai benda tersebut untuk memilikinya (animus)
atau berakal sehat. Bezit sendiri harus dibedakan dengan detentie, dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu
hubungan hukum antara yang bersangkutan (detentor)
dengan pemilik (eigenaar) benda itu.
Bilamana bezit berada pada pemilik benda itu sendiri, orang itu dinamakan bezitter-eigenaar[28].
2.
Jaminan Fidusia.
Fidusia atau lengkapnya Fiduciaire Eigendomsovercracht
sering disebut sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan[29]. Dalam
UU Jaminan Fidusia disebutkan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak
khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai aggunan bagi pelunasan
uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima
Fidusia terhadap kreditor lainnya[30]. Istilah
jaminan berasal dari kata Jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat
diartikan sebagai tanggungan[31].
Sehingga hak jaminan dapat disebut hak tanggungan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan.
Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima[32].
Sebelum UU Jaminan Fidusia ini dibentuk, disebut dengan
berbagai macam nama. Zaman Romawi menyebutnya ”Fiducia cum creditore” Asser Van Oven menyebutnya “zekerheids-eigendom” (hak milik sebagai
jaminan), Blom menyebutnya “bezitloos
zekerheidsrecht” (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel memberi nama “Verruimd Pandbegrip” (pengertian gadai
yang diperluas), A. Veenhooven menyebutnya “eigendoms
overdracht tot zekergeid” (penyerahan hak milik sebagai jaminan) sebagai
singkatan dapat dipergunakan istilah “fidusia”
saja.
B.
Aspek Hukum Fidusia
1.
Proses Fidusia.
Dalam UU Jaminan Fidusia disebutkan bahwa Jaminan
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok[33],
yang dibuat dengan akta notaris dan merupakan akta jaminan fidusia[34]. Benda
yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan[35] pada
Kantor Pendaftaran Fidusia[36] oleh
Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran
Jaminan Fidusia[37].
Dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan
Fidusia Bagi perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk
kendaraan bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia (Permenkeu Wajib Daftar
Fidusia), pendaftaran jaminan fidusia wajib hukumnya[38]
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
perjanjian pembiayaan konsumen[39],
dan sebagaimana Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun
2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik,
pendaftaran dapat dilakukan secara elektronik.
2.
Hak Didahulukan.
Dalam bukunya Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan
(2002), J. Satrio mengklasifikan kedudukan hak kreditur dengan merujuk Buku Dua
Bab XIX KUH Perdata dan Pasal 21 UU No. 6 tahun 1983 yang diubah oleh UU No. 9
tahun 1994. Di sini, hak negara (pajak, biaya perkara, dll) ditempatkan sebagai
pemegang hak posisi pertama, diikuti oleh kreditur separatis (pemegang hak
tanggungan, gadai, fidusia, hipotik)[40].
Hal ini sesuai dengan UU Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa Penerima
Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya[41]
karena Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang[42]
dengan ketentuan persyaratan fidusia telah terpenuhi yaitu telah didaftarkan[43]
dan perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan
(preferen)[44].
Pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang
didahulukan (preferen) kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lain. Karena Jaminan Fidusia memberikan hak
kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem pendaftaran
yang diatur dalam Undang-undang Jaminan Fidusia dapat memberikan jaminan kepada
pihak Penerirna Fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda
tersebut[45].
3.
Eksekusi Fidusia.
R. Subekti dan Retnowulan Sutantio[46]
mengalihkan istilah eksekusi (executie)
ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah pelaksanaan putusan. Pengertian
eksekusi sama dengan tindakan menjalankan putusan (ten uitvoer legging van
vinissen). Menjalankan putusan pengadilan, tidak lain daripada melaksanakan isi
putusan pengadilan yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan
bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan secara
sukarela.
Pada prinsipnya hanya putusan yang berkekuatan hukum
tetap yang dapat melaksanakan putusannya. dengan demikian asas-asas atau aturan
umum eksekusi adalah sebagai berikut [47]:
-
eksekusi dilaksanakan hanya terhadap
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang bersifat
kondematoir.
-
karena putusan telah berkekuatan
hukum tetap, didalamnya mengandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara
para pihak yang berperkara.
-
karena hubungan hukum sudah tetap dan
pasti (fixed and certain), maka mesti ditaati dan dipenuhi.
-
cara mentaati dan memeuhi hubungan
hukum yang tetap dan pasti tersebut adalah dengan cara dijalankan secara
sukarela atau dengan paksa melalui bantuan alat-alat negara.
-
kewenangan menjalankan eksekusi hanya
diberikan kepada pengadilan negeri.
-
eksekusi dilaksanakan atas perintah
dan dalam pengawasan ketua pengadilan negeri.
Untuk dapat melakukan eksekusi, setelah dilakukan
perjanjian kredit dan dibuat akta Perjanjian Fidusia, maka akta Perjanjian
Fidusia wajib didaftarkan yang kemudian akan diperoleh sertifikat jaminan fidusia.
Sertifikat Jaminan Fidusia tercantum kata-kata "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA", sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap[48].
Pelaksanaan eksekusi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku[49], dapat
dilakukan sendiri atau meminta bantuan juru sita pengadilan dan pengamanan dari
Kepolisian[50]. Pemberi Fidusia wajib
menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi
Jaminan Fidusia[51]. Dalam hal Pemberi
Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu
eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang
berwenang[52].
Dalam Permenkeu Wajib Daftar Fidusia dikatakan bahwa
perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa
kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan
sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan[53]
dan jika perusahaan pembiayaan tersebut tidak mendaftarkan perjanjian jaminan
fidusia, maka perusahaan pembiayaan tersebut tidak dilindungi hak-haknya oleh
UU Jaminan Fidusia[54].
Dan jika syarat fidusia telah terpenuhi, apabila Debitor atau Pemberi Fidusia
cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat
dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia[55].
Setelah dilakukan eksekusi, maka jaminan fidusia di jual
untuk pelunasan hutang karena penerima fidusia dilarang untuk memiliki jaminan
fidusia[56].
Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu melalui pelelangan umum atau penjualan di bawah tangan[57]
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. Dalam hal hasil
eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan
kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia dan apabila hasi eksekusi tidak
mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap bertanggung jawab atas utang
yang belum terbayar[58].
4.
Tindak Pidana Fidusia.
Ketentuan Pidana dalam UU Jaminan Fidusia ada dua yaitu
: Setiap orang yang dengan sengaja
mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan
secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak
tidak melahirkan Perjanjian Jaminan Fidusia dipidana[59]
dan Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Penerima Fidusia dipidana[60].
Setiap orang adalah siapa saja baik pemberi maupun
penerima fidusia. Dengan sengaja berarti ada niat dan kesempatan dalam
melakukan perbuatannya. Mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara
apapun memberikan keterangan secara menyesatkan adalah jenis perbuatan/tindakan
yang dilakukan dengan hasil berupa suatu keterangan yang tidak benar. Yang jika
hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan Perjanjian Jaminan
Fidusia adalah akibat dari perbuatan itu atau hasil perbuatan itu diketahui
salah satu pihak baik penerima atau pemberi fidusia menjadikan perjanjian
fidusianya batal demi hukum atau dibatalkan.
Pemberi Fidusia adalah adalah orang perseorangan atau
korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia[61].
Yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan berpindahnya
hak menguasai atau kedudukan hukum atas benda tersebut. Yang dilakukan tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia adalah perbuatan
yang dilakukan oleh pemberi fidusia tersebut yaitu mengalihkan, menggadaikan,
atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tanpa ijin tertulis
atau sepengetahuan secara resmi dari penerima fidusia.
Selain kedua ketentuan pidana tersebut, dapat juga
dikenakan pidana bagi pemberi fidusia maupun penerima fidusia serta pihak
ketiga yang melakukan tindak pidana Pasal 335 ayat (1) ke 1 (Perbuatan tidak
menyenangkan), Pasal 365 ayat (1) (Pencurian dengan kekerasan), Pasal 368 ayat
(1) (pemerasan), Pasal 263 (Pemalsuan), Pasal 372 (Pemalsuan), Pasal 378
(Penipuan), Pasal 480 (Penadahan) KUH Pidana.
BAB
III
KESIMPULAN
Pengertian
Fidusia telah jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 yang
berbunyi Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas
benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak
bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan
bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Sedangkan Pemberi Fidusia adalah
orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia. Dan setiap orang yang membuat perjanjian dan terutama perjanjian yang
berhubungan dengan fidusia wajib untuk paham dan memahaminya terutama aspek hukum
yang menyertai sehingga tujuan dibuatnya suatu perjanjian dapat tercapai dengan
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan Jose Ari Lukito, Eksekusi
Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara,
Jakarta, 2006.
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung,
2003.
Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai jaminan unsur-unsur
perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
Internet :
Arti kata, http://artikata.com/arti-327133-fidusia.html,
diakses 28 November 2013.
Ayu Andari Yasad, Pengertian Hak Tanggungan,
http://www.scribd.com/doc/54988073/pengertian-hak-tanggungan, diakses 30
November 2013.
Eagle2013, 11 Juli 2011, Pengertian Kepercayaan (Trust),
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2184805-pengertian-kepercayaan-trust/,
diakses 29 November 2013.
Elanda Harviyata, 30 Maret 2013, Hak dan Kewajiban Menurut
Para Ahli,
http://elandaharviyata.wordpress.com/2013/03/30/hak-dan-kewajiban-menurut-para-ahli/,
diakses 30 November 2013.
Hukum Online, 14 Juni 2007, Hak Pekerja untuk
Didahulukan dalam Perkara Kepailitan,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16924/hak-pekerja-untuk-didahulukan-dalam-perkara-kepailitan-,
diakses 30 November 2013.
Hukum Perdata, January 25, 2013, Benda Menurut Hukum
Perdata,
http://blajarhukumperdata.blogspot.com/2013/01/benda-menurut-hukum-perdata.html,
diakses 30 November 2013.
Kuliahade, 25 Juni 2010, Hukum Jaminan : Fidusia,
http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/25/hukum-jaminan-fidusia/,
diakses 28 November 2013.
Retno Anggraeni, 2012, Pengertian Hak,
http://retnoanggraeni.student.esaunggul.ac.id/pengertian-hak/, diakses 30 November
2013.
Sriwijayanti, Kepercayaan (trust),
http://sriwijayanti.wordpress.com/kepercayaan-trust/, diakses 29 November 2013.
Stdln, 16 April 2011, Sekilas Hukum Perdata - Bezit
& Eifendom, http://stdln.blogspot.com/2011/04/sekilas-hukum-perdata-bezit-eigendom.html,
diakses 29 November 2013.
Wikipedia, 30 Mei 2010, Jaminan Fidusia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia, diakses 28 November 2013.
[1] Materi Seminar Konsumen Cerdas
dan Mandiri tentang Fidusia, Hak Tanggungan serta Otoritas Jasa Keuangan oleh YLPKK, 6 Desember 2013.
[2] Pemerhati Masalah Fidusia dan
Hak Tanggungan.
[3] Oey Hoey Tiong, Fidusia
sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1985, hal.35.
[4] Arti kata,
http://artikata.com/arti-327133-fidusia.html, diakses 28 November 2013.
[5] Wikipedia, 30 Mei 2010,
Jaminan Fidusia, http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia, diakses 28
November 2013.
[6] Lihat Pasal 1 butir 1.
[7] Lihat Bab XIII Pendanaan dan
Sistem Pembiayaan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
[8] Kuliahade, 25 Juni 2010, Hukum
Jaminan : Fidusia, http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/25/hukum-jaminan-fidusia/,
diakses 28 November 2013.
[9] J. Satrio, Hukum Jaminan Hak
Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 159.
[10] Elanda Harviyata, 30 Maret
2013, Hak dan Kewajiban Menurut Para Ahli,
http://elandaharviyata.wordpress.com/2013/03/30/hak-dan-kewajiban-menurut-para-ahli/,
diakses 30 November 2013.
[11] Oey Hoey Tiong, Fidusia
sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1985, hal.34.
[12] ibid.
[13] Elanda Harviyata, opcit.
[14] Retno Anggraeni, 2012,
Pengertian Hak, http://retnoanggraeni.student.esaunggul.ac.id/pengertian-hak/,
diakses 30 November 2013.
[15] Lihat Pasal 570 KUH Perdata.
[16] Lihat Pasal 584 KUH Perdata.
[17] Hukum Perdata, January 25,
2013, Benda Menurut Hukum Perdata,
http://blajarhukumperdata.blogspot.com/2013/01/benda-menurut-hukum-perdata.html,
diakses 30 November 2013.
[18] Lihat Pasal 503 KUH Perdata
[19] Lihat Pasal 504 KUH Perdata.
[20] Lihat Pasal 505 KUH Perdata.
[21] Hukum Perdata, opcit.
[22] sriwijayanti, Kepercayaan
(trust), http://sriwijayanti.wordpress.com/kepercayaan-trust/, diakses 29
November 2013.
[23] ibid.
[24] eagle2013, 11 Juli 2011,
Pengertian Kepercayaan (Trust),
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2184805-pengertian-kepercayaan-trust/,
diakses 29 November 2013.
[25] J. Satrio, Hukum Jaminan Hak
Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 160.
[26] ibid.
[27] Munir Fuady, Jaminan Fidusia,
PT. Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal.22-23.
[28] stdln, 16 April 2011, Sekilas
Hukum Perdata - Bezit & Eifendom,
http://stdln.blogspot.com/2011/04/sekilas-hukum-perdata-bezit-eigendom.html,
diakses 29 November 2013.
[29] Oey Hoey Tiong, opcit, hal.21.
[30] Pasal 1 butir 2.
[31] Oey Hoey Tiong, opcit, hal.14.
[32] Ayu Andari Yasad, Pengertian
Hak Tanggungan, http://www.scribd.com/doc/54988073/pengertian-hak-tanggungan,
diakses 30 November 2013.
[33] Lihat Pasal 4..
[34] Lihat Pasal 5 ayat (1).
[35] Lihat Pasal 11 ayat (1).
[36] Lihat Pasal 12 ayat (1).
[37] Lihat Pasal 13 ayat (1).
[38] Lihat Pasal 1.
[39] Lihat Pasal 2.
[40] Hukum Online, 14 Juni 2007,
Hak Pekerja untuk Didahulukan dalam Perkara Kepailitan,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16924/hak-pekerja-untuk-didahulukan-dalam-perkara-kepailitan-,
diakses 30 November 2013.
[41] Lihat Pasal 27.
[42] Lihat Penjelasan Pasal 27 ayat
(3).
[43] Lihat Pasal 28.
[44] Lihat Penjelasan Pasal 37 ayat
(3).
[45] Lihat Angka 3 Umum Penjelasan
Undang-Undang Jaminan Fidusia.
[46] Etto Sunaryanto, Sugiwanto dan
Jose Ari Lukito, Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara, Jakarta, 2006, hal.3-4.
[47] ibid, hal.4.
[48] Lihat Pasal 15 ayat (1) dan
(2) UU Jaminan Fidusia.
[49] Lihat Pasal 32 UU Jaminan
Fidusia.
[50] Lihat Peraturan Kapolri Nomor
08 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
[51] Lihat Pasal 30 UU Jaminan
Fidusia.
[52] Lihat penjelasan pasal 30 UU
Jaminan Fidusia.
[53] Lihat Pasal 3.
[54] Lihat Pasal 27 UU Jaminan
Fidusia.
[55] Lihat Pasal 29 ayat (1) huruf
a UU Jaminan Fidusia.
[56] Lihat Pasal 33 UU Jaminan
Fidusia.
[57] Lihat Pasal 29 ayat (1) huruf
b dan c UU Jaminan Fidusia.
[58] Lihat Pasal 34 UU Jaminan
Fidusia.
[59] Lihat Pasal 35
[60] Lihat Pasal 36 UU Jaminan
Fidusia.
[61] Lihat Pasal 1 butir 5 UU
Jaminan Fidusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar