PEMBELAAN
DALAM SIDANG DISIPLIN[1]
Oleh
: Agus Christianto SH., MH.[2]
Pendahuluan
Dalam
penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa suatu organisasi
selalu mempunyai aturan intern dalam rangka meningkatkan kinerja,
profesionalisme, budaya organisasi maupun kebersamaan, kehormatan dan
kredibilitas organisasi tersebut serta untuk menjamin terpeliharanya tata
tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi, wewenang dan
tanggung jawab institusi tersebut. Organisasi yang baik bukanlah segerombolan
orang yang berkumpul dan bebas bertindak semaunya, organisasi harus punya
aturan tata tertib perilaku bekerja, bertindak, maupun bergaul antar anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan bergaul dengan masyarakat
lingkungan organisasi tersebut. Namun juga ikatan aturan tersebut janganlah
memasung inovasi dan kreatifitas anggota Polri yang lalu membuat organisasi
tersebut statis tidak berkembang. Organisasi yang baik dan kuat adalah
organisasi yang punya aturan tata tertib intern yang baik dan kuat pula. Aturan
tersebut dapat berbentuk peraturan disiplin, kode etik, maupun kode jabatan.
Peraturan ini adalah tentang disiplin, namun disadari bahwa sulit memisahkan
secara tegas antara berbagai aturan intern tesebut, selalu ada warna abu-abu,
selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan selalu ada tumpang tindih antara
berbagai aturan, namun harus diminimalkan hal-hal yang tumpang tindih tersebut.
Disiplin adalah kehormatan, kehormatan sangat erat kaitannya dengan
kredibilitas dan komitmen, disiplin anggota Polri adalah kehormatan sebagai
anggota Polri yang menunjukkan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri,
karenanya pembuatan peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan
memelihara kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini kredibilitas dan
komitmen anggota Polri adalah sebagai pejabat negara yang diberi tugas dan
kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, penegak hukum
dan pemelihara keamanan.
Komitmen
berbeda dengan loyalitas, loyalitas cendrung mengarah ke loyalitas mutlak dan
berujung pada kecendrungan penguasa/pimpinan untuk menyalahgunakan loyalitas
tersebut (abuse of power). Oleh karena
itu pelaksanaan disiplin itu harus didasarkan pada persetujuan/kesadaran
daripada rasa takut, dan didasarkan kepada komitmen daripada loyalitas. Dewasa
ini tidak ada batas yang jelas antara kehidupan pribadi dan kehidupan di
pekerjaan, apalagi tuntutan masyarakat akan peranan Polri pada semua kegiatan
masyarakat, sangat besar dan tidak mengenal waktu. Kegiatan Polisi, khususnya
karena hal itu merupakan identitas dua puluh empat jam terus menerus. Seorang
anggota Polri yang sedang tidak bertugas, tetap dianggap sebagai sosok polisi
yang selalu siap memberikan perlindungan kepada masyarakat. Karena itu
peraturan ini juga mengatur tata kehidupan anggota Polri selaku pribadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Perubahan situasi ketatanegaraan yang menyebabkan peraturan
disiplin yang dipergunakan selama ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan
perkembangan, maka dirasa perlu untuk menyusun Peraturan Disiplin bagi Anggota Polri
dengan tetap menekankan akan pentingnya pemajuan dan penghormatan akan hak
asasi manusia. Untuk membina anggota Polri dalam suasana kerja yang penuh
dengan konflik, ketegangan dan ketidakpastian, serta membina pula karakter dan
kultur baru sesuai tuntutan reformasi, antara lain diperlukan adanya Peraturan
Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila
kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Dalam Peraturan pemerintah
ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak
boleh dilanggar oleh setiap Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin.
Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula tata cara
pemeriksaan, tata cara penjatuhan hukuman disiplin, serta tata cara pengajuan
keberatan apabila Anggota Polri yang dijatuhi hukuman disiplin itu merasa
keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya.
Tujuan
hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik anggota Polri yang
melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap Ankum wajib memeriksa
lebih dahulu dengan seksama Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin
itu. Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa
keadilan. Karena itu dalam setiap penjatuhan tindakan atau hukuman disiplin,
hendaknya para Ankum harus pula mempertimbangkan suasana lingkungan dan suasana
emosional anggota Polri yang melanggar disiplin, dan mempertimbangkan pula
penggunaan kewenangan yang berlebihan dan tidak proporsional, yang punya dampak
merusak kredibilitas Polri pada umumnya. Meskipun telah disusun peraturan
disiplin anggota Polri ini dengan sebaik mungkin, namun keberhasilan
penerapannya akan ditentukan oleh komitmen seluruh anggota Polri, terhadap
pembentukan disiplinnya dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas
sesuai amanat dan harapan warga masyarakat.
Sidang Disiplin
Kata
“sidang” dalam kamus besar bahasa indonesia berarti pertemuan untuk
membicarakan sesuatu atau rapat sedangkan disiplin berarti tata tertib atau ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib). Dalam Peraturan pemerintah Nomor 2
tahun 2003, Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh
terhadap peraturan disiplin anggota Polri[3].
Dan sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia[4].
Tidak ditemukan pengertian dari pelanggaran disiplin, namun dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 2 tahun 2003, terdapat pengertian pelanggaran peraturan disiplin,
yaitu ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang melanggar peraturan disiplin, sedangkan yang dimaksud Peraturan
Disiplin anggota Polri adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan
disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Polri. Dan anggota Polri
adalah anggota Polri sebagai pegawai negeri pada Polri[5].
Pelaksanaan sidang disiplin dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 2 tahun 2003 dan Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30
Sepetmeber 2004.
Terperiksa.
Di
dalam ketentuan tentang disiplin, pengertian tentang terperiksa terdapat dalam
Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004, yang
berbunyi anggota Polri yang diperiksa dihadapan sidang disiplin, karena di duga
melakukan pelanggaran disiplin. Jika dilihat dari susunan kata, kata “terperiksa”
berasal dari kata “periksa” yang artinya teliti, yang mendapat awalan ter
sehingga kata “terperiksa” berarti yang diteliti atau yang diperiksa[6]. Proses
Pemeriksaan Terperiksa dilaksanakan melalui pemeriksaan pendahuluan dan
pemeriksaan di depan sidang disiplin[7].
Pendamping
Terperiksa.
Pengertian
Pendamping Terperiksa adalah atasan langsung atau pejabat yang ditunjuk oleh
ankum untuk mendampingi terperiksa dalam sidang disiplin[8], yang
mempunyai tugas[9] :
a.
memberikan nasehat kepada terperiksa
baik diminta atau tidak,
b.
mengajukan saran dan pertimbangan
kepada pimpinan sidang baik diminta atau tidak,
dan berwenang[10] :
a.
mengajukan pertanyaan kepada saksi,
saksi ahli dan terperiksa,
b.
membantu menjelaskan secara lisan apa
yang dimaksud oleh terperiksa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh
pimpinan sidang maupun penuntut,
c.
membantu menjelaskan secara lisan
dan/atau tertulis apa yang menjadi latar belakang terperiksa melakukan pelanggaran.
Pendampingan oleh
atasan langsung atau pejabat yang berlatar belakang hukum[11] terhadap
terperiksa dalam sidang disiplin merupakan salah satu bantuan hukum yang
diberikan sebagaimana Pasal 14 Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2005 tentang
Tata Cara Pemberian Bantuan dan Nasehat Hukum di Lingkungan Polri, dengan cara :
a.
mendampingi terperiksa;
b.
membantu menjelaskan secara lisan apa
yang dimaksud oleh Terperiksa terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Pimpinan
sidang maupun Penuntut;
c.
membantu menjelaskan secara lisan
dan/atau tertulis apa yang menjadi latar belakang Terperiksa melakukan
pelanggaran;
d.
membantu menjelaskan tentang hak-hak
Terperiksa;
e.
membuat jawaban atau tanggapan;
f.
membantu membuatkan permohonan keberatan
terhadap putusan Pimpinan Sidang/Ketua Komisi kepada atasan Ankum/Pejabat
pembentuk Komisi Kode Etik Profesi.
Tanggapan Pendamping.
Tanggapan
adalah pembelaan atas tuntutan yang disampaikan oleh penuntut dalam sidang
disiplin. Kesempatan untuk memberikan tanggapan atas tuntutan dari penuntut
diberikan oleh pimpinan sidang kepada terperiksa ataupun pendamping terperiksa[12].
Tanggapan oleh pendamping terperiksa berupa uraian mengenai berbagai macam
ketentuan atau dalil hukum yang dapat dipergunakan untuk membebasan, melepaskan
ataupun meminta keringanan hukuman disiplin terhadap terperiksa dari sidang
disiplin. Setelah dijatuhkan putusan, terperiksa mempunyai hak untuk menerima
atau keberatan atas putusan tersebut. Keberatan atas putusan disiplin diajukan
secara tertulis melalui Ankum sesuai ketentuan yang berlaku[13].
Kesimpulan.
Pembelaan
dalam sidang disiplin dapat dilakukan oleh terperiksa sendiri dan/atau
pendamping terperiksa yang merupakan atasan langsung ataupun pejabat yang
ditunjuk oleh ankum yang diharapkan mempunyai keahlian dalam bidang hukum
sehingga dapat memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku
sampai dengan kekuatan hukum yang mengikat.
[1] Makalah disampaikan dalam
sosialisasi di Polres Gunungkidul, 23 Januari 2014.
[2] Kasubbid Bankum Bidkum Polda
DIY
[3] Lihat Pasal 1 butir 2.
[4] Lihat Pasal 1 butir 8 Peraturan
Pemerintah 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
[5] Lihat Pasal 1 butir 2 dan
Pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Polri.
[6] Lihat Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
[7] Lihat Pasal 25 huruf b dan c
Peraturan Pemerintah 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
[8] Lihat Pasal 1 butir 16
Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[9] Lihat Pasal 12 ayat (1)
Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[10] Lihat Pasal 12 ayat (2)
Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 Sepetmeber 2004.
[11] Lihat Pasal 1 butir 6
Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan dan
Nasehat Hukum di Lingkungan Polri
[12] Lihat Pasal 18 ayat (1) huruf
q Keputusan Kapolri Nomor Kep/44/IX/2004 tanggal 30 September 2004.
[13] Lihat Pasal 30 PP 2 tahun 2003
tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.